8/17/07

Setelah sekitar 20 tahun absen, saya kembali berupacara bendera di Istana Negara. Banyak hal yang berbeda, satu hal yang pasti sekarang saya sudah 20 tahun lebih tua. Dulu sama sekali tidak terpikirkan bahwa Indonesia Raya dan sang saka merah putih adalah gabungan yang pas, tapi Senayan Juli 2007 dan sekian waktu di negeri orang membuat anggapan saya pada rasa kenegaraan menjadi berbeda.

Saya sering bahkan nyaris selalu memaki Indonesia, negeri terngehek yang pernah saya temukan, tapi percayalah, bahkan Abigail takkan saya beri ijin untuk bertukar kewarganegaraan. Menjadi Indonesia saya rasa jauh lebih hebat daripada menjadi Inggris, Perancis atau bangsa-bangsa lain yang umumnya memang hidup dalam etnis yang hanya satu. Menjadi Indonesia, membuat saya tergerak untuk juga bergerak melihat berbagai daerah di negeri ini, keberagaman yang di tempat lain hanya bisa saya temukan jika sudah menyeberangi perbatasan."Mungkin di kehidupan sebelumnya gue ini jahat, makanya gue lahir lagi sebagai orang Indonesia," cetus Edmond Waworuntu, teman baik saya. Saya pun sering merasa demikian, menjadi orang Indonesia membuat hidup orang seperti saya menjadi terbeban. Mulai dari harus menghadapi orang-orang yang tidak sadar bahwa bangsa ini plural sampai kesulitan memperoleh visa jika akan bepergian. Belum lagi kedisiplinan yang rendah, birokrasi yang amit-amit, rasa permusuhan sesama sampai korupsi tingkat teri sampai kakap yang terus mewabah. Semua membuat saya menyebut Indonesia sebagai ngehek dan kita biasa hidup dalam kengehekan itu.Dua hari yang lalu, lekat di memori saya wajah antusias Cemong dan Abi yang rencananya akan ikut ke Istana untuk 17an. Abi akan datang sebagai fotografer dan Cemong akan datang sebagai kamerawan, walau di tanggal 17 Agustus 2007 ini hanya Cemong alias Faiz yang datang. Saya jadi tersadar, betapa privilege sebagai anak pegawai Sektretariat Negara ternyata sangat berarti, tak pernah terlintas betapa 'istimewanya' bisa berupacara disana. Dulu lama-lama saya merasa ini hanya kegiatan seremonial yang membosankan, namun nyatanya banyak sekali orang yang mengimpikannya "Loe belum jadi orang Indonesia kalau belum ke Istana Negara," ujar Cemong yang hari ini nyaris membuat saya pingsan dengan tampilan jas, dasi lengkapnya.

Saya senang datang kembali ke Istana Negara, walau hari ini saya datang untuk mendukung dokumenter terbaru saya. Tapi gugahan Indonesia Raya dan Sang Saka memang sempat membuat hati saya bergoyang, walau tentu saja belum sanggup menandingi getaran Stadion Bung Karno.

0 komentar: