4/6/08



"Saya adalah seorang pemenang, bergabung dengan tim penuh hasrat seperti Barcelona adalah impian saya sejak lama," ujar Hristo Stoichkov saat baru mendarat di bandara kota Barcelona di awal dekade 90an. Ia datang sebagai bintang asal Bulgaria, tapi siapa bisa menjamin dirinya akan langsung mendapat tempat di tim inti saat itu? Barcelona adalah tim besar, disana saat itu sedang bercokol nama-nama mentereng macam Michael Laudrup, Eusebio Sacristan atau Ricardo Santamaria. Tapi Stoichkov bermental pemenang, dan ia yakin bahwa ia punya nilai di tim yang akan ia bela.

Beberapa bulan yang lalu di sebuah acara besar di republik ini, saya berjumpa teman saya, ia seperti kebanyakan teman sejalur sedang membawa kamera ditemani oleh seseorang yang saya yakin adalah asistennya. "Ngerjain apa loe?" tanya saya saat itu "Ah gak...gue cuma bantu-bantu teman kok," Saya tidak perlu menyebut namanya, tapi si teman ini sebenarnya punya segalanya untuk dia banggakan pada proyek yang sedang ia kerjakan. Mungkin ia memang tidak menjadi pimpinan di proyek ini, Hristo Stoichkov pun bukan kapten tim pada saat itu. Kedua orang ini sama-sama anggota di sebuah unit yang besar, bedanya Stoichkov bangga pada apa yang ia kerjakan sementara teman saya ini tidak pede pada apa yang ia lakukan.

Teman saya ini tidak sendirian, ada buanyak teman saya yang selalu berkata "Maklumlah, gue kan cuma kuli," pada saya. Padahal saya yakin teman-teman saya ini tahu betul berapa besar gaji kuli-kuli galangan kapal, pembangun jalan tol ataupun kuli di pertanian kelapa sawit. Saya yakin gaji teman-teman saya yang mengaku kuli itu jauh sekali diatas nilai UMR (Upah Minimum Regional) jutaan orang Indonesia lain yang setiap gajian selalu berpikir "Makan apa saya besok," sementara teman-teman kuli saya ini masih bisa nongkrong-nongkrong di berbagai coffee shop mahal di mal-mal keren di Jakarta.

Mental pemenang, itu yang kadang tidak dimiliki oleh kebanyakan orang Indonesia. Kita selalu inferior terhadap banyak hal dan sibuk tidak bersyukur pada apa yang telah dicapai, lebih parah lagi tidak bangga pada yang telah dikerjakan, padahal bangga pada sesuatu yang dikerjakan saya rasa adalah hal paling mendasar saat kita memulai sesuatu.

Kita hidup dipenuhi ajaran untuk menjadi matre, sekolah yang pinter biar rapor bagus, cepat lulus dengan IPK besar, bekerja dengan baik maka dapatkanlah rumah besar dan mobil bagus adalah ajaran kebanyakan orang tua kita. Mereka tidak salah, tapi ajaran itu telah membenamkan kita untuk selalu ingin instant. Semua orang ingin jadi kaya tanpa pernah tentang proses yang harus dijalani, menjadi kaya adalah pilihan sehingga saat gagal-gagal dikit segalanya jadi tidak menyenangkan.

Stoichkov yang kini menjadi pelatih timnas Bulgaria memang bukan filmmaker seperti saya (saya masih sungkan disebut seniman hehehe), tapi saya yakin ia tahu pasti bagaimana rasanya puas saat pencapaian yang diinginkan tercapai. Saya percaya dibalik sikap bengalnya ia sama sekali tidak berpikir tentang materi, kualitas yang ia tunjukkanlah yang kemudian membawa materi-materi itu mendekat padanya. Saya juga percaya, bahwa ia juga tidak sadar bahwa apa yang kini ia dapatkan adalah bagian dari sebuah proses panjang yang telah ia jalani dengan benar tanpa harus korupsi apalagi menyusahkan orang lain. Saya yakin sekali, bahwa hanya satu modal darinya.....bermental juara dan selalu memikirkan pencapaian apa lagi yang diinginkan, karena ia percaya (seperti ucapannya) bahwa "Dunia mencintai orang-orang yang menang,"

Saya yakini itu karena saya juga ingin menjadi pemenang.

4 komentar:

Anonymous said...

well...setuju 1000% dengan apa yang kamu tulis. dan aku bersyukur, aku tidak termasuk salah satu dari mereka yang tidak bangga dengan apa yang mereka lakukan. BTW, mau ganti karir nih? jadi motivator instead of filmmaker? wakakakakakakka....salam buat tika dan abigail

Anonymous said...

mental juara, itulah yang selalu diusung para nawak-nawak dalam setiap perjalanan hidup dan akan kau tuai jiwa pemenang di setiap detik langkah kedepan so... you're the champ now

Anonymous said...

nggak punya mental juara, mungkin itu sebabnya prestasi olah raga indonesia makin melorot di SEA games, asian games, thomas cup, uber cup etc...

Andibachtiar Yusuf said...

mending kalo cuma gagal di games2 atau di cup2. lha sekarang kita ini udah gagal jadi negara maju padahal potensi alamnya bikin pingsan bediri....
telkom punya malaysia, telkomsel singapore, indosat singapore juga, aer cucian dan minuman kita itu diurus ama londo inggris, banjir jakarta duitnya dari belanda.....kita punya apa? harga diri masih punya gak ya?