Shakespeare bisa jadi sangat memuja tragedi, tapi bagi saya tidak, Shakespeare yang sebenarnya hanyalah seorang seniman yang kemudian gundah pada apa yang terjadi di sekitarnya. Ia merasakan bahwa memahami masa depan adalah bencana, maka terjadilah Macbeth. Saat ia merasa bahwa kekuasaan bisa berujung kebinasaan, maka dibuatlah King Lear. Saya tidak pernah tahu bagaimana urutannya, karena saya yakin para sejarahwan sastra di Eropa pun tidak pernah tahu apakah William Shakespeare benar-benar ada atau hanya sekedar nama pena dari seorang sastrawan misterius, tapi saya percaya bahwa saat William (Shakespeare) menulis Romeo & Juliet, ia tengah gundah dan memandang bahwa perbedaan nyatanya bisa membunuh manusia.
Lihat apa yang terjadi di Bosnia bertahun lampau, atau Perang Salib ratusan tahun lampau atau lebih dekat lagi saat umat Islam di Indonesia serentah membenci umat Ahmadiyah hanya karena mereka berbeda dengan mereka (saya juga mungkin). "Fanatisme adalah keharusan, namun saat ia melontar keluar maka ia menjadi bahaya yang luar biasa," ujar Alex Komang saat kami mendiskusikan karakter Parman yang sebentar lagi akan ia mainkan (jadi bung bobotoh, pertanyaan Anda basi bener). Fanatisme memiliki kekuatan membunuh, dan itulah yang ditunjukkan dalam Romeo & Juliet karya Shakespeare ataupun Romeo - Juliet adaptasi bebas saya terhadap kisah di dengan latar permainan yang saya kagumi.
Kisah ini sangat populer, bahkan saya tidak mau dengan nekad memproklamirkan bahwa sayalah yang pertama kali mengadaptasi sekaligus menginterpretasinya menjadi sebuah kisah pop. Endingnya saja sudah sangat terkenal, sehingga jika ada yang berkomentar di blog ini bahwa ia sudah tahu akhir dari perjalanan Rangga dan Desi, saya rasa tidak ada yang luar biasa. Karena bahkan sebelum saya mulai menulis seluruh naskah, semua teman kenal ataupun tidak, sudah tahu kearah mana saya akan menulis cerita ini. Singapura pernah melahirkan Chicken Rice War, Hollywood di era 50-an pernah membuat West Side Story yang luar biasa, bahkan Rudy Sudjarwo pun belum lama lalu pernah membesut In The Name Of Love.
Tak jauh beda dengan kisah Rambo, Superman, Batman dll yang kita semua juga sudah tahu apa yang kita tunggu di akhir film, yang perlu dilihat adalah apa yang terjadi dan bagaimana proses akhir cerita itu terjadi. Jadi, saya sangat kecewa pada mereka yang merasa tahu apa yang mereka yakini, padahal membaca saja belum. Saya tidak mau bilang bahwa saya memahami sepakbola jauh dari siapapun di negeri ini, tapi bagi saya.....sepakbola adalah kultur dan agama yang layak dihormati.
Tapi kalau memaksa hanya ingin datang di 5 menit terakhir, boleh-boleh aja....bayarnya kan sama aja....
Lihat apa yang terjadi di Bosnia bertahun lampau, atau Perang Salib ratusan tahun lampau atau lebih dekat lagi saat umat Islam di Indonesia serentah membenci umat Ahmadiyah hanya karena mereka berbeda dengan mereka (saya juga mungkin). "Fanatisme adalah keharusan, namun saat ia melontar keluar maka ia menjadi bahaya yang luar biasa," ujar Alex Komang saat kami mendiskusikan karakter Parman yang sebentar lagi akan ia mainkan (jadi bung bobotoh, pertanyaan Anda basi bener). Fanatisme memiliki kekuatan membunuh, dan itulah yang ditunjukkan dalam Romeo & Juliet karya Shakespeare ataupun Romeo - Juliet adaptasi bebas saya terhadap kisah di dengan latar permainan yang saya kagumi.
Kisah ini sangat populer, bahkan saya tidak mau dengan nekad memproklamirkan bahwa sayalah yang pertama kali mengadaptasi sekaligus menginterpretasinya menjadi sebuah kisah pop. Endingnya saja sudah sangat terkenal, sehingga jika ada yang berkomentar di blog ini bahwa ia sudah tahu akhir dari perjalanan Rangga dan Desi, saya rasa tidak ada yang luar biasa. Karena bahkan sebelum saya mulai menulis seluruh naskah, semua teman kenal ataupun tidak, sudah tahu kearah mana saya akan menulis cerita ini. Singapura pernah melahirkan Chicken Rice War, Hollywood di era 50-an pernah membuat West Side Story yang luar biasa, bahkan Rudy Sudjarwo pun belum lama lalu pernah membesut In The Name Of Love.
Tak jauh beda dengan kisah Rambo, Superman, Batman dll yang kita semua juga sudah tahu apa yang kita tunggu di akhir film, yang perlu dilihat adalah apa yang terjadi dan bagaimana proses akhir cerita itu terjadi. Jadi, saya sangat kecewa pada mereka yang merasa tahu apa yang mereka yakini, padahal membaca saja belum. Saya tidak mau bilang bahwa saya memahami sepakbola jauh dari siapapun di negeri ini, tapi bagi saya.....sepakbola adalah kultur dan agama yang layak dihormati.
Tapi kalau memaksa hanya ingin datang di 5 menit terakhir, boleh-boleh aja....bayarnya kan sama aja....
5 komentar:
Makasih banget panjang lebarnya bung Ucup. Saya tercerahkan.
Dicerita ini saya hanya ngebayangin anaknya pasti jadi seorang fanatik juga. The jak sejati.
hehehehe....tar skalian gw bikinin sekuelnya deh biar makin rame :-p
walah malah pake sekuel.. kaya resident evil wae....
semoga sukses film rom-julnya, sesukses tim cina di negaranya pada olimpiade tahun ini. bravo!!
sukses ga sukses belakangan bang, yang penting berani berkarya dan jujur, pasti ada hasilnya,..apalagi klo aq jadi pemeran rangga...hahahaha
Post a Comment