Tidak ada bintang di tim saya!!!! Inilah kalimat yang paling saya banggakan setelah produksi memasuki hari ke 18. Di tim saya, semua sama.....bahkan berulang kali saya mengistirahatkan pemain senior macam Alex Komang karena sebagai pemain jangkar ia sempat kalah berebut bola, terlambat memulai serangan dan terlalu mudah dilewati lawan. Saya bahkan membongkar habis lini pertahanan saya yang keropos, sederhana.....kedua perempuan pengawal Sissy sepanjang cerita ternyata bermain di bawah form yang saya inginkan.
Jadilah saya menempatkan beberapa debutan di formasi inti. Edo dengan penampilannya yang fluktuatif saya rotasikan bersama Sissy di posisi striker tunggal. Saya berhenti memainkannya secara penuh sejak menit pertama dengan satu alasan sederhana "Ia jauh lebih mematikan jika dimainkan tidak penuh," Sissy? Jika di awal kompetisi ia saya letakkan di posisi trio gelandang serang, kini saya dengan penuh percaya diri mendorongnya ke depan. Aksi tanpa dialognya memikat....apalagi dengan dialog, mengingatkan saya pada aksi dengan atau tanpa bola milik Marco Van Basten. Dengan posisi 3 pemain di lini kedua, saya tetap meletakkan Ramon dan Norman secara bersamaan yang kali ini ditopang oleh kecemerlangan Eppi Kusnandar. Sosok berkumis ini memberi bukti bahwa ia adalah salah satu aktor terbaik di era kekinian Indonesia, sementara Norman menjelaskan pada saya.....bahwa hanya wajah tidak gantengnya saja yang membuatnya terus kalah bersaing dari Nicholas Saputra atau Tora Sudiro yang sebenarnya yang tidak pernah bagus itu.
"Hari ini semua pemain bernilai sama!!!!" ujar Daul, sound recordist yang terus duduk disamping saya dengan headphone di telinganya. Saat itu ia miris melihat Alessandro Komang yang jangankan di marking 2-4 lawan, bahkan menaklukkan sebuah aksi kecil pemain sekelas Firman Utina saja ia kewalahan. Alasan inilah yang kemudian membuat saya memasangnya bergantian dengan Nani Wijaya yang sebenarnya sama sekali tidak memiliki celah kelemahan, namun cara bermainnya yang sudah terlalu dihafal lawan, membuat saya harus menemukan variabel sepadan untuknya. Bersama Dadang, seorang debutan yang terus membuat saya terpukau, Nani ataupun Alex saya yakini akan jauh lebih mematikan dibandingkan duet Orlando Engelaar dan Nigel de Jong sekalipun.
Di belakang, Bapuk tetap berdiri di jantung pertahanan, kali ini ia saya pasangkan dengan Yuli Sumpil yang secara tak terduga bermain apik, bahkan saat ia harus berdiri satu frame dengan Alex Komang. Semua berdecak kagum, saat dengan lugas Yuli mampu mengatasi demam panggungnya, bahkan jauh melebihi apa yang pernah dicapai oleh Bapuk di aksi-aksi awalnya di musim ini.
Di posisi wing back, saya tetap menempatkan Adi di sisi kanan dan mengubah formasi di kiri dengan Kepet yang gerak matanya cukup membuat saya dan staff di pinggir lapangan terpukau. Bagaimana dengan posisi penjaga gawang, kali ini saya tidak ragu untuk menempatkan tim fighting pimpinan Pak Surya di bawah mistar. Pertunjukan perkelahiannya membuka mata saya bahwa sebenarnya tidak ada yang tidak bisa dikerjakan di peta sinema Indonesia.....bahkan aksi perkelahian yang selalu menjadi titik lemah sebenarnya sangat bisa dikerjakan, tergantung bagaimana kita mengatur tim ini.
3 komentar:
bang, sangat ditunggu sekali premierenya, sip!
akhirnya... di update juga......
seperti minum pas buka rasanya......
Allahumma Laka Shumtu.....
met berkarya cup...
ga ada kata laen yg pantes slaen : Masterpiece!!
Post a Comment