"Memahami masa depan adalah sebuah kedahsyatan!" tulis Goenawan Mohammad di sebuah esainya bertahun silam. Saat itu ia tengah merekonstruksi Macbeth dan menerjemahkannya sebagai sebuah kisah tragis pengetahuan yang terlalu berlebih. Seperti kisah Oedipus yang juga menceritakan perlawanan seseorang terhadap masa depannya, Macbeth pun mengalami nasib yang sama seperti sang raja di kisah Oedipus, ia gagal menghadang ramalan terhadap dirinya dan hidupnya pun berakhir seperti yang diterakan oleh orang tua di tengah jalan itu.
Dua malam lalu saya kembali menyaksikan Twelve Monkeys, yang bagi saya adalah salah satu karya terbaik Terry Gilliam. Karya yang diinspirasikan (atau adaptasi dari) film pendek Perancis tahun 60an berjudul La J'ete karya Chris Marker ini adalah sebuah penghormatan besar terhadap garis tangan dan masa depan. James Cole yang datang dari tahun 2026 dan ditugaskan untuk membasmi epidemi penghancur dunia di tahun 1996 ternyata tetap gagal memenuhi misinya. Lebih buruk lagi, sejak awal James selalu terkenang bayang-bayang masa kanak-kanaknya di bandara saat ia melihat seseorang tertembak dan tewas di depan matanya. James memang tidak bermimpi ketika kemudian di penghujung film ia kemudian menyadari bahwa ia telah melihat dirinya sendiri tewas tertembak.
Lalu....apakah kita sanggup mengubah masa depan? Ibu saya selalu bilang, sanggup! Karena manusia selalu diberi kuasa untuk berusaha dan hanya takdir absolut seperti menjadi anak Aburizal Bakrie si terkaya di Asia Tenggara atau takdir menjadi anak si Nainggolan supir metro mini jurusan Grogol-Kalideres saja yang tidak bisa dilawan. Usaha membuat kita mampu melawan masa depan dan kemudian membelokkannya, bahkan "Garis tangan loe aja bisa diubah, tergantung gimana usaha loe," ujar seseorang yang saya lupa namanya setelah ia selesai melihat garis tangan saya yang katanya bersinar itu.
Beberapa hal yang kemudian saya alami belakangan membuat saya berpikir "Apakah memang garis hidup saya musti seabsurd ini?" Aldithio kawan saya bilang "Karma keluarga mungkin cup?" sementara karma terakhir yang saya pahami adalah Karma Police punya Radiohead saya jadi berpikir, bisa jadi. Beberapa hal yang kini sedang saya hadapi dan alami memang jadi terasa seperti putaran yang menyerbu balik dan tanpa henti. Hal-hal yang seharusnya bisa saya antisipasi namun seperti lepas begitu saja hanya karena saya lengah.
Sepakbola mengajarkan saya untuk fokus sepanjang waktu, cepat mengambil keputusan dan tentu saja siap terhadap segala kemungkinan. Namun, kali ini saya lengah dan gagal mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan itu.
1 komentar:
takdir...pada dasarnya memang takdir adalah suatu ketentuan yang tak bs diubah oleh kita. persis spt mnjadi anak seorang bakrie yang terkenal, atau seorang yang biasa2 saja.. tpi seperti yang seseorang katakan kepada saya dan selalu saya percayai, takdir bisa diubah sejalan dengan usaha kita. ditakdirkan untuk kejatuhan batu, maka pasti cpt or lambat kita akan kejatuhan batu. tapi besar atau kecilnya, kita yang bs mengubahnya, sesuai usaha kita...
great job, bang...
salam kenal ;)
Post a Comment