"Terrific!" ujar Nick Erickson saat menemui saya di depan ruang teater. Saya tersenyum dan membalas "Thx," dan ia menjawab dengan cepat "I do seriously think that, it comes from my heart," kali ini saya baru semakin serius melihat dia. Nick duduk tepat di sebelah saya, ia adalah staff dari sebuah perusahaan film terkemuka di Hongkong. Di sore hari beberapa jam sebelum pemutaran saya bertemu dengannya dan bossnya dan membicarakan beberapa hal terutama tentang produksi. Saya kemudian bertemu lagi dengan Nick yang secara basa basi "ditugaskan" oleh bossnya Bey Logan untuk datang ke pemutaran film saya.
Inilah pemutaran pertama Romeo Juliet untuk masyarakat umum, teater yang memutar film ini memang tidak sampai memenuhi seluruh kursi yang disediakan, apalagi di saat yang sama Ashes of Time Redux karya si legenda Wong Kar Wai juga diputar di teater sebelah di saat yang bersamaan. Saya yakini, 3/4 kursi terisi dan ini cukup bagi film fiksi perdana saya karena film dokumenter pertama saya di world premierenya juga tidak penuh-penuh amat sementara dokumenter kedua saya tiket habis tak terkendali.
Sesekali saya mendengar tawa penonton di beberapa bagian yang saya kira hanya akan dimengerti oleh orang Indonesia. Kemudian saya merasakan tesi meningkat di beberapa adegan yang memang sedang diisi aksi. Saya pun sempat mengintip pasangan yang duduk tepat di depan saya sesekali saling mengelus kepala pasangannya saat layar memamerkan adegan-adegan yang saya rasa cukup menyentuh. "Saya merasa ada hubungan khusus antara saya dengan karakter Agus," ujar Rob Lock, teman saya asal Australia yang apartemennya sempat saya tumpangi saat kami mulai memroses film ini. "Simpati besar buat kedua pasangan itu, mereka bermain bagus seolah mereka para hooligan yang sebenarnya," tambahnya lagi.
Saat gambar terus bergerak, mendadak Nick menoleh dan berbisik "Your coloring design to divide both parties is excellent....there are blue and orange," Saya senang mendengarnya, karena ia yang tidak tahu apapun tentang Indonesia bisa menangkap relevansi konsep warna yang saya inginkan. Ketika penghujung film tiba, saya melihat Nick yang tampak kaget menyaksikan akhir dari keseluruhan kisah legendaris Romeo Juliet ini, versi adaptasi yang menurutnya tidak seperti yang ia bayangkan saat akan masuk ke dalam teater.
....dan ketika film berakhir, nama-nama kami para pelaku dan pembuat muncul, mereka masih terus duduk sampai lagu berakhir dan semua daftar nama itu habis. Lalu tepuk tangan berbunyi saat semua benar-benar selesai.
Inilah pemutaran pertama Romeo Juliet untuk masyarakat umum, teater yang memutar film ini memang tidak sampai memenuhi seluruh kursi yang disediakan, apalagi di saat yang sama Ashes of Time Redux karya si legenda Wong Kar Wai juga diputar di teater sebelah di saat yang bersamaan. Saya yakini, 3/4 kursi terisi dan ini cukup bagi film fiksi perdana saya karena film dokumenter pertama saya di world premierenya juga tidak penuh-penuh amat sementara dokumenter kedua saya tiket habis tak terkendali.
Sesekali saya mendengar tawa penonton di beberapa bagian yang saya kira hanya akan dimengerti oleh orang Indonesia. Kemudian saya merasakan tesi meningkat di beberapa adegan yang memang sedang diisi aksi. Saya pun sempat mengintip pasangan yang duduk tepat di depan saya sesekali saling mengelus kepala pasangannya saat layar memamerkan adegan-adegan yang saya rasa cukup menyentuh. "Saya merasa ada hubungan khusus antara saya dengan karakter Agus," ujar Rob Lock, teman saya asal Australia yang apartemennya sempat saya tumpangi saat kami mulai memroses film ini. "Simpati besar buat kedua pasangan itu, mereka bermain bagus seolah mereka para hooligan yang sebenarnya," tambahnya lagi.
Saat gambar terus bergerak, mendadak Nick menoleh dan berbisik "Your coloring design to divide both parties is excellent....there are blue and orange," Saya senang mendengarnya, karena ia yang tidak tahu apapun tentang Indonesia bisa menangkap relevansi konsep warna yang saya inginkan. Ketika penghujung film tiba, saya melihat Nick yang tampak kaget menyaksikan akhir dari keseluruhan kisah legendaris Romeo Juliet ini, versi adaptasi yang menurutnya tidak seperti yang ia bayangkan saat akan masuk ke dalam teater.
....dan ketika film berakhir, nama-nama kami para pelaku dan pembuat muncul, mereka masih terus duduk sampai lagu berakhir dan semua daftar nama itu habis. Lalu tepuk tangan berbunyi saat semua benar-benar selesai.
4 komentar:
aduhhhhhhhh... kapan di indonesiaaaaaa? gak zabarzzzz
eh... baru sadar, ada tulisan 23 Aprilnya :D
ditunggguuu....
makin nggak sabar neh,..... emang paling bisa loe cup bikin penasaran kita kita hehehhe
Mas Andi saya pernah ngeliat film romeo & juliet versi argentina yang hampir sama neh tipenya.
Romeo nya leader fans Corinthians dan Juliet dari anak bekas pemain Palmeiras.
Mas Andi sebelumnya udah tau atau sama sekali belum tau nih ada film yang hampir sama.
Post a Comment