4/16/09


"Saya masih SD dan belum sunat pak waktu nonton Terminator," ujar saya menahan emosi "Saya melihat Arnold (Schwarzenegger) mencongkel matanya dan merobek lengannya.....tapi saya gak pernah tuh mikir mau niru-niru yang kayak gitu!" tambah saya pada seorang bapak yang duduk di sebelah saya dan menjelaskan betapa kerasnya adegan perkelahian di Romeo Juliet. "Yang tampak dari kami adalah adegan kekerasan yang terlihat nyata," jawabnya. Dahi saya berdenyit an karena saya bukan filmmaker papan atas seperti banyak teman saya, saya kemudian hanya bisa berkata "Bukannya bikin film yang bagus memang yang keliatan beneran pak? Tadinya saya sempat kira Transformers bagus, gak taunya gak ya? keliatan beneran sih," tentu saja kali ini saya terdengar menggerutu.

Lalu terpotonglah sekian ratus meter dari Romeo Juliet yang memang kemudian sama sekali tidak mengganggu cerita, tapi bagi saya sebagai pembuatnya adalah sebagai pemerkosaan sebagai apa yang saya buat. Mereka mengurangi beberapa adegan perkelahian yang sebenarnya sama sekali tidak baru karena saya tahu persis bahwa 1-2 adegan perkelahian yang saya buat diinspirasikan dari Sang Jagoan atau Serbuan Halilintar yang dimainkan oleh Barry Prima, idola masa kecil saya. Tentu saja saya juga pernah melihat adegan yang jauh lebih kasar, keras dan brutal di banyak film asing yang juga tayang di bioskop kita, Saw, Texas Chainsaw Massacre atau The Cottage untuk menyebut beberapa diantaranya.

Tapi mana mereka peduli dan kemudian sebuah kalimat hiburan datang di status saya di halaman muka Facebook saya "...seorang pelem meker emang musti siap mental klo pelemnya disunat ama tukang sensor.. hukumnya pardu ain klo kate LSF.. sama wajibnya sunatan buat anak laki.." hiburan kancut meong yang sama sekali tidak menghibur karena ini bukan masalah sunatan karena disunat memang bukan pilihan, ini adalah gambaran betapa terkungkungnya kita pada aturan yang memang tidak jelas......karena kita semua pernah melihat yang jauh lebih menyeramkan dari yang pernah saya buat.

Saya duduk di lantai 8 gedung film itu dengan muka cemberut melihat satu persatu bapak itu memotong dan menyambung kembali Romeo Juliet. Ingin rasanya memaki dan memukul sesuatu, namun kemudian saya melihat kaleng bertuliskan Watchmen film terbaru dari Zack Snyder yang saya tahu persis seperti apa isinya "Ini dipotong brapa meter pak?" tanya saya. Si bapak itu mencolek catatannya dan menjawab tidak terlalu singkat "Semua reelnya kena nih, yang reel 6 aja kena 74 meter.....kira-kira kena hampir 600an meter deh,"

1 komentar:

Anonymous said...

Cup, berkhitan itu bukan fardlu ain, gimana sih lu? Lu bukannya ngarti? Namanya aja sunat, sunah, yang artinya bagus kalo dikerjain, kalo nggak ya nggak papa. Sunah aja. Kalo kira-kira pahala lo dari yang wajib masih kurang buat beli tiket ke surga, lo tambahin dah pake yang sunah. Tapi kalo sunah semua, ya kagak bisa.

Jadi berkhitan, alias motong ujung tit1t itu bukan wajib, bukan fardlu ain, apalagi fardlu kifayah. Tapi seperti namanya dalam bahasa indonesia, sunat, ya artinya sunah.

Nah, sekarang, bayangkan kalau berkhitan itu, motong kulup itu, hukumnya fardlu kifayah... Cukup satu saja yang mengerjakan semuanya sudah bebas dari kewajiban. Nah kira-kira siapa yang kita tunjuk beramai-ramai untuk mewakili ummah dipotong kulit penutup k0nt0lnya?