"Say no to Budiono, say yes to Budi Anduk," bunyi spanduk besar yang terpajang di sudut Jalan Fatmawati. Sebuah kalimat yang bagi saya sama sekali tidak lucu, sama tidak lucunya dengan niat Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022 dan pernyataan diputarnya 19 film Indonesia di Cannes 2009. Lelucon konyol yang membuat saya bertanya "Trus kita ini maunya dipimpin oleh siapa?"
Saya tentu saja adalah seorang apatis bagi dunia politik Indonesia, siapa itu Budiono dan apa perannya sebelum ia resmi siap berduet bersama Susilo Bambang Yudhoyono justru baru saya tahu setelah membaca spanduk itu. Nama si Budi ini bagi saya malah menarik setelah terus saja saya diberi nama-nama yang intinya itu-itu saja, para pemain lama yang terus tidak bosan berlaga di panggung tak peduli banyak dari kita berkomentar nyinyir terhadap mereka.
Tentu saja saya juga bukan pendukung Budiono apalagi partnernya SBY itu, saya hanya ingin negara yang benar dan nyaman bagi banyak orang dan juga orang seperti saya untuk melakukan sesuatu. Hukum yang berjalan, ekonomi yang jelas dan tentu saja segala tetek bengek aturan yang tegas bentuknya. Saya hanya ingin bangsa ini bisa bahagia tak peduli siapa pemimpinnya, karena pemimpin yang baik tentu saja tak hanya berpikir bahwa uang bisa membeli segalanya, karena kebahagiaan masyarakat tak akan bisa diukur dengan materi.
Siapapun itu, yang nanti akan memenangkan pemilihan presiden dan wakil presiden. Saya hanya ingin hidup ini jadi lebih bermakna di kemudian hari dan kita semakin cerdas dan bisa membedakan bahwa 19 film itu cuma dipajang di kios-kios yang bertebaran sepanjang festival, bukan diputar sebagai dalam rangka Festival du Cannes.
Saya tentu saja adalah seorang apatis bagi dunia politik Indonesia, siapa itu Budiono dan apa perannya sebelum ia resmi siap berduet bersama Susilo Bambang Yudhoyono justru baru saya tahu setelah membaca spanduk itu. Nama si Budi ini bagi saya malah menarik setelah terus saja saya diberi nama-nama yang intinya itu-itu saja, para pemain lama yang terus tidak bosan berlaga di panggung tak peduli banyak dari kita berkomentar nyinyir terhadap mereka.
Tentu saja saya juga bukan pendukung Budiono apalagi partnernya SBY itu, saya hanya ingin negara yang benar dan nyaman bagi banyak orang dan juga orang seperti saya untuk melakukan sesuatu. Hukum yang berjalan, ekonomi yang jelas dan tentu saja segala tetek bengek aturan yang tegas bentuknya. Saya hanya ingin bangsa ini bisa bahagia tak peduli siapa pemimpinnya, karena pemimpin yang baik tentu saja tak hanya berpikir bahwa uang bisa membeli segalanya, karena kebahagiaan masyarakat tak akan bisa diukur dengan materi.
Siapapun itu, yang nanti akan memenangkan pemilihan presiden dan wakil presiden. Saya hanya ingin hidup ini jadi lebih bermakna di kemudian hari dan kita semakin cerdas dan bisa membedakan bahwa 19 film itu cuma dipajang di kios-kios yang bertebaran sepanjang festival, bukan diputar sebagai dalam rangka Festival du Cannes.
4 komentar:
Ah sepi.
Coba Kang Ucup, saya mau tanya yeuh... Apakah monyet boleh ikut memilih wakil presiden budiono dalam pilpres mendatang?
Apakah budiono atau budi anduk perlu supporter monyet?
Siapa yang sebetulnya calon wakil presiden, budiono, budi anduk, atau monyet?
Coba itu, kalau bisa dijawab. Jangan bisanya cuma bikin film ajah yah. Coba diperluas wawasan anda dengan membaca peta politik monyet dan wawasan kemonyetan.
nama gw arista budyono lho....
Saya mau tanya yeuh, neng arista ini orang apa monyet?
Kalau orang, ya sudah.
salam kenal, mampir dari tempat hany...
Post a Comment