5/3/09



Saya masih belum berkeinginan menulis atau menyikapi insiden yang baru saja terjadi. Tapi jika Anda terus bertanya apakah saya seorang plagiat dan sebagainya, saya lampirkan tulisan kawan saya Ananda Sukarlan lewat blognya. Lelaki Indonesia yang bermukim dan di Santander, Spanyol ini adalah musisi yang menggubah serta memainkan sendiri instrumen musiknya untuk film Romeo Juliet, yang anehnya terus saja mengundang kontroversi yang tidak perlu. Hal yang sebenarnya biasa, namun dibesar-besarkan sendiri dengan sangat tidak perlu oleh sekelompok orang yang menganggap dirinya mewakili Bandung.

Untuk data berapa ratus kali karya ini dipentaskan, bisa membaca Bolavaganza edisi April atau saya sendiri dalam waktu kurang dari 24 jam akan memposkannya. Untuk pertanyaan Hendry di shoutbox, Anda bisa membacanya sendiri di post saya sebelumnya (kalau tidak salah post ketiga termasuk post yang sedang Anda baca)

Teman-teman, inilah apa yang Ananda rasakan dan ingin sikapi. http://andystarblogger.blogspot.com/

Cinta bung, bukan kebencian

Kali ini saya harus mencoba menulis dalam bahasa Indonesia, karena saya mengharapkan "mereka" membaca. Dan "mereka", saya yakin, tidak bisa bahasa Inggris. Dan kalaupun membaca dalam bahasa Indonesia, semoga mereka tidak salah interpretasi. Soalnya, membaca itu juga adalah suatu yang harus dibiasakan dan dilatih, bukan semata-mata bisa membaca alias tidak buta huruf.

Tulisan saya ini mengenai tiga hal, dan keduanya menyangkut salah interpretasi dari kegiatan kami yang menyangkut film "Romeo - Juliet", dan terkait pula dengan kejadian pemukulan terhadap sutradara dan beberapa anggota tim R-J di Bandung Sabtu lalu. Inilah tiga hal yang sekarang sering disebut-sebut oleh banyak emails ke kami :

1. "R-J adalah tentang konflik dan kebencian". Bukan! Begini bung, di setiap kisah atau karya seni itu harus ada kontras. Lukisan itu tidak bisa hanya satu warna.Untuk menonjolkan satu warna, harus ada warna yang kurang menonjol, atau "dikorbankan". Musik itu tidak bisa hanya satu melodi. Nah, di satu cerita itu juga harus ada kontras. R-J itu ingin mengisahkan sebuah kisah cinta. Jadi elemen kontrasnya, yaitu kebencian, ya terpaksa harus ada! Tapi fokusnya tetap saja ke cinta. Tapi kalau anda memang sudah penuh dengan kebencian dan sampah-sampah lain di dalam diri anda, ya pastilah anda hanya lihat hal-hal tersebut saja. Yang paling penting, yaitu cinta 2 sejoli itu, malah nggak kelihatan. Cinta itu ada, bung. Cinta itu eksis, dan kalau dicari pasti dapat (wong nggak dicari aja dapet kok !) .
Jadi, R-J itu bukannya mau menyebarkan kebencian, tapi justru kebalikannya. Ya tentu saja harus diperlihatkan sisi konfliktif dari dua grup itu, kalau tidak, bagaimana penonton mau mengerti ?

2. "Film R-J Andibachtiar Yusuf itu plagiat !" Nah, betul sekali ! Anda memang sangat intelek ! Memang itu plagiat, nyontek abis. Cerita itu sudah ditulis oleh pujangga terbesar dunia, William Shakespeare di abad 16 (silahkan google saja kalau tidak percaya). Dan setelah itu buuuuaaanyak sekali yang mengambil cerita itu dan diadaptasi seenaknya. Soalnya, kisah ini sangat penuh dengan metafora, dan sangat mencerminkan kehidupan siapapun. Mungkin itu adalah kisah cinta yang paling lengkap yang pernah ditulis.
Nah, yang nyontek itu bukan hanya penulis, sutradara film atau teater setelah Shakespeare. Bahkan komponis pun banyak yang nyontek! Coba google saja nama-nama Hector Berlioz, Tschaikovsky atau Prokofiev (aduh, 2 nama terakhir itu kok susah bener ya. Belum lagi nama penulis aslinya, Shakespeare), mereka pernah bikin karya yang sama persis judulnya. Tapi, soal contek-menyontek di dalam dunia seni itu adalah satu hal yang kalau dibicarakan nggak akan habis dalam 7 hari 7 malam dengan minum kopi satu gentong. Jadi ... gimana kalau saya pribadi mengakui saja .. ya kalau anda bilang ini nyontek, ya terserah deh bung!

3. "Andibachtiar Yusuf itu digebukin untuk promosi". Nah, kalau ini salah besar, bung. Kami semua yang terlibat di produksi ini memang berharap bahwa film ini ditonton oleh orang banyak, dan kami mengadakan promosi masing-masing. Cuma saja kami tidak segitu "putus asa" (desperate, dalam bhs Inggris) sampai sang sutradara rela digebuki supaya filmnya ditonton. Ini kecelakaan, bung! O ya, kalau saya ke Bandung, jangan digebukin juga ya?

Nah, untuk anda semua yang doyan ngritik, kami sangat berterimakasih atas segala masukan anda. Tapi, jangan harap bahwa karena anda doyan ngritik dan doyan nggebukin sutradara film, kami anggap anda tuh "macho" loh ! Nggak keren deh ! Buat saya pribadi, lebih keren bisa bikin film lah! O ya, saya punya jawaban untuk para kritikus saya "O, jadi anda bisa bikin yang lebih bagus ya? Wow, salut, bung! Tapi kok nggak bikin?"
Kami hanya minta satu hal : tonton dulu filmnya, bung ! Baru boleh ngritik atau nggebukin sutradara ...

Ananda Sukarlan
penulis musik untuk "Romeo-Juliet"

18 komentar:

AstraJingga said...

Saya tertarik dengan pernyataan Ananda Sukarlan yang bijak. Komentar saya begini:

1. Benci adalah bentuk lain, bahkan sebetulnya nama lain dari Cinta. Analogi yang tidak terlalu tepat, tapi barangkali dalam matematika bisa dijelaskan sebagai bilangan positif dan negatif. Sebuah bilangan, misalnya, sebetulnya sama-sama bernilai 6, tapi yang satu -6 yang satu +6, dua-duanya sebetulnya sama-sama 6 (jaraknya dari 0). Kuantitasnya sebetulnya sama, hanya punya masalah penanda, negatif (-) atau positif (+) yang sebetulnya hanyalah masalah bahasa matematika 'dari arah mana kita melihatnya.' Bahkan bilangan 0 pun, yang dijadikan patokan, bisa positif dan bisa negatif; sekalipun kebanyakan orang mengira bahwa 0 itu persis di tengah dan netral, seperti seolah tak tergugat dan hakiki. Nyatanya tidak.

Jadi benci = -cinta, atau cinta = -benci.

Seperti sebuah klise; cinta dan benci adalah dua muka pada satu koin. Kita tidak bisa membenci kalau tidak bisa mencinta. Bercerita tentang cinta otomatis bercerita tentang kebencian--implisit atau eksplisit.

Kita tak mungkin menjelaskan cinta kalau kita tidak memahami kebencian. Kalau kita memilih satu, dua, atau seratus atau sejuta hal yang kita cintai, itu tentunya karena pada saat yang sama secara sengaja atau tidak, sadar atau tidak, diakui atau tidak, kita telah memutuskan untuk membenci atau sekurang-kurangnya tidak menyukai satu, dua, tiga, seratus, atau semilyar hal di luar segala yang kita cintai.

Bagaimana kita bisa menjelaskan sesuatu yang 'terang' kalau kita belum pernah mengalami 'gelap'. Bagaimana kita memahami kemunafikan kalau kita tidak mengerti makna kejujuran.

Klise lagi: Bagaimana kita bisa merasakan kebahagiaan kalau tidak tahu nyerinya pilu?

Bagaimana sebuah film bisa bercerita tentang cinta kalau pada saat yang sama film itu tidak juga bercerita tentang kebencian.

2. Ada beda yang kadang jelas; kadang tipis; antara plagiat, nyontek, terilhami, mengadaptasi, membuat berdasarkan, mendramatisasi dari, membajak, dan seterusnya. Garis tegas pembedaannya, firewallnya, ada pada kejujuran. Terutama, kejujuran seorang seniman pada dirinya sendiri sebelum pada orang lain.

3. Kalau ada (banyak) yang sampai mengira bahwa sutradara dipukuli untuk promosi, mohon dimaklumi, karena begitulah infotainment, acara gossip, dan televisi Indonesia mendidik dan mengajari penonton Indonesia pada umumnya. Pengaruh televisi ini biasanya kalis (tidak mempan) pada mereka yang tidak/jarang menonton TV, pada mereka yang lebih suka membaca, atau pada mereka yang mampu berpikir kritis. Sayangnya tidak terlalu banyak orang Indonesia yang seperti itu. Bukan hanya di Indonesia saja sih, di seluruh dunia memang tidak terlalu banyak orang seperti itu. Itu sebabnya kebanyakan orang mudah digiring, lalu pelan-pelan dieksploitasi dan dimiskinkan. Paling tidak, oleh iklan.

Tetapi, sebagaimana halnya kebahagiaan dan penderitaan pada dasarnya adalah 'hal' yang sama. Sebagaimana cilaka dan untung sungguhlah sejatinya adalah barang yang itu-itu juga. Jadikanlah 'kecelakaan' dipukuli itu sebagai 'barokah'. Coba hitung, berapa media memuat itu sebagai berita. Coba iseng-iseng hitung, berapa orang yang jadi penasaran, seperti saya, dan akhirnya keluar duit beli tiket nonton Romeo Juliet. Padahal sampai 3 hari yang lalu, saya sama sekali tidak tertarik nonton filmnya, walaupun samar-samar sudah pernah baca kabar tentang film ini di internet. Kalau seorang sutradara dipukuli karena filmnya, seharusnya filmnya penting untuk dilihat.

Saya sepakat pada hampir seluruh tulisan Bung Ananda Sukarlan, kecuali bagian ini:

Kami hanya minta satu hal : tonton dulu filmnya, bung ! Baru boleh ngritik atau nggebukin sutradara ...

Ini bahaya. Masak dengan 15.000 rupiah anda membolehkan orang melakukan kekerasan (nggebukin) pada orang lain sih?

Jangan gitu ah.

Anonymous said...

Film koq kaya tai, masih bagusan tai, bisa di jadiin pupuk, atau dilemparin ke muka si ucup....

Anonymous said...

Lupa gue mau komen apa. Udah ah.

Anonymous said...

Oh gue inget mau komen apaan.

Menjawab Ananda Sukarlan, "Ooh saya bisa bikin film yang lebih bagus!" "Tapi kok nggak bikin?"

Lha jelas saya nggak bikin. Sumpah saya bisa bikin film yang lebih bagus dari film R-J.

Tapi ya itu.... Takut digebugin.

Theo van Gogh mati....

Salo mati....

Hiii..... seyem....

Anonymous said...

maksud aing Pier Paolo Pasolini-nya

Suparmin said...

Ucup tetaplah tai sekali tai tetap tai.. kuning.. lengket.. bau.. jijik.. ucup jorok yaaaa..
skalian ajah pake kerupuk tuh tai trus dikecapin diatasnya..

Anonymous said...

ucup itu pengen pilemnya ditonton karena dia butuh uang untuk bayar artisnya.. makanya menggemborkan masalah.. klo dipukul cowomah biasa.. pake lapor segala iiih gak dewasa malu tuh ama titit.. klo cowo dipukul itu nglawan atau diam tidak nangis dan tidak mengadu.. ini pake ngadu ih bencong.. berarti ucup beti donk bencong bertitit..

Urang Kircon said...

To Script Writer dan Sutradara : Mas Ucup.
Film ini Gagal!
kenapa gagal? karena tidak berhasil membawa misi utama film ini yang katanya ingin mendidik supporter sepakbola supaya insyaf (kecuali kalo tujuannya ingin ngetop karena kasus pemukulan dsb).
COME AND SEE THE BIG PICTURE
Gak rubah apapun tentang perilaku supporter sepakbola, malah kebencian semakin membesar karena ada film, pemukulan, dan pelaporan ke polisi.
kegagalan adalah hal yang wajar.
Saya tau anda sutradara dan script writer yang punya talenta.
Mungkin nanti film anda akan lebih cerdas dan sukses . cth film : nagabonar
Sarannya mungkin belajar psikologi supporter/orang lebih banyak lagi dibanding belajar sinematografi, drama, dll yang saya yakin anda sudah kuasai.
Mengenai pemukulan, harus diterima lapang dada sebagai konsekuensi anda bikin film ini. berarti masih banyak yang tersinggung dengan cara anda mengangkat topik ini dalam film.


Nb: Saya orang bandung asli, bobotoh bandung asli, sangat menyukai persib. Saking cintanya saya jengah sama supporter kampring dari apapun tim nya.
Mun Nonton Bal teh Kudu sportif ngadukung sepakbola Indonesia.
Iraha meng bal urang bisa asup piala dunia mun kieu keneh mah. Keneh2 kehed jiga jaman purba wae.

Anonymous said...

hhmmm...
saya maw komet buat stetment yg ini "Kami hanya minta satu hal : tonton dulu filmnya, bung ! Baru boleh ngritik atau nggebukin sutradara"
sutradara kan tujuan utamanya pengen "balik odal" atau malah pengen untung dari film yg dibikinnya, nah klw semua org yg ga suka sama filmnya nonton dlw artinya si sutradara udah menang toh tujuan utamanya uang kan?? jadi kalau target UANG udah terpenuhi apa maw peduli ma kritikan org2 yg ga setuju!!pasti tidak, kalaupun peduli paling banter cuma bilang Maaf" sambil senyum lebar krn target money nyah udah terpenuhi..
hallah,, ekh bung uda nonton film ROMEO N JULIETE GET MARRIED?? klw bwlum coba nonton dlw deh, klw ga googling ajah..

Andibachtiar Yusuf said...

@anonymous diatas saya.....
bisa baca blog ini di http://andibachtiaryusuf.blogspot.com/search?updated-max=2009-04-22T19%3A55%3A00%2B02%3A00&max-results=2

baca tuntas catatan produksi saya yg ada di blog, saya update terus sebelum bertanya tentang pengetahuan saya soal judul2 yg anda sebut ;-)

Wazeen said...

your movie is so cool bang (I gave 2.5 stars), tapi kayaknya mesti ada swot yang matang sebelum diluncurkan, I watched and posted on my blog.

Anonymous said...

teu ngarti ah,katanya olah raga (slh satunya sepak bola) adalah alat utk menyatukan bangsa (antar bangsa, dan negara)..tp kenyataannya kok malah jadi ajang berantem meranin Tom & Jerry!!!!!!!!!!
yowis aku tak minggir wae ah,tobat,,,tobat

Anonymous said...

"Film koq kaya tai, masih bagusan tai, bisa di jadiin pupuk, atau dilemparin ke muka si ucup...."

walopun kata lo ky tai jg tapi tuh bikinnya pk uang,dodol!!!!!!!!!!
masa si tai bilang tai.malah tai lo tuh gada guna,lebih guna jg tai mas ucup. nah lo bisa ga bikin film tai yg laen?tai utk bayar hutang lo diwarung kopi aja gada,palagi utk buat film?!!!!!!

Nod-nya Tea said...

Dasar...masih banyak aja yang pake anonymous...kenapa? takut ketauan? mencela habis dan berkata kasar tapi takut diserang balik? Jangan gitu lah, sportif aja, kalau ga suka bilang ga suka, kalau suka bilang suka, tapi jangan habis ngetik sembunyi tangan :)

Kang Ucup, pilemnya lebih bagus daripada pilem2 lokal lain yang beredar bersamaan dengan R&J. Salut

Anonymous said...

Nggak bukannya gue takut diserang balik, soalnya tangkisan gue juga maut.

Males aja gue kasih identitas gue sebenernya, ntar lu kagum.

Urusannya nggak penting gini. Soal film jelek yang diributin orang-orang yang goblok. Males kan lo?

Kalo sampe entar ngomong ke DPR, ke pengadilan, butuh saksi ahli, mimbar akademis, butuh yang ngomong serius-serius, barulah gue akan nongol dengan identitas asli.

Kalo udah sampe di sana, lo akan liat gue.

Eh, sumpah, gue yakin elo semua udah pernah liat gue, denger gue, baca tulisan gue, minimal di media massa.

Anonymous said...

bwt ucup,, klw anda udah tau film yg saya sebutkan (romeo juliet get married) terus knp msh bikin film yg sama/ malah kualitasnya lebih rendah?? keannya anda sutradara yg levelnya sama ky surtadara sinetron2 indonesia yg kerjaannya nyontek drama jepang/korea.
propaganda busuk!

Fajri said...

Saya bukan pendukung Persija ataupun Persib. Demi Tuhan saya adalah penggila Bayern Munchen. Dan demi Tuhan pula, saya bisa mengerti mengapa Ucup digebukin. Karena anda tidak membuat film sebagai sutradara, melainkan sebagai The Jak.Penonton yang kritis akan menyadari hal itu. Jadi saran saya sbg pnonton obyektif : Cup, lain kali bikin film jangan yg ada bau2 bola.Karena perspektif anda sepertinya sudah akan ketebak. Kecuali anda2 benar2 bisa melepaskan diri dari identitas sebagai pendukung Persija. Salam damai

GarengNugaring said...

Iya Cup, kalau mau bikin film bagus, atau karya apapun yang bagus, seorang seniman harus keras pada ego karyanya. Harus egois, mengikuti ego filmnya, bukan mengikuti ego sutradaranya.

Camkan itu Cup.

Tapi gimana lagi ya, elo kan udah egois dan keras kepala sejak sperma. Percuma dibilangin juga. Nggak bakal didengerin omongan siapapun.

Lo selalu nganggap lo orang paling tof sedunia.