10/15/06


Saya muslim dan sampai hari ini masih memegang KTP bertanda itu. Namun belakangan saya sebal dengan berbagai tingkah kebanyakan umat Islam. Contoh paling gres adalah ditutupnya jalan di dekat rumah teman saya, saya tidak keberatan dengan ibadah tarawih atau apapun namanya. Jangankan budaya tarawih yang saya kenal sejak kecil, pemeluk Zoroaster atau Yahudi sekalipun sama sekali mendapatkan protes dari saya saat ingin melaksanakan hajat ibadahnya. Beribadah adalah satu hal, mengganggu kegiatan orang lain dan bersikap egois adalah urusan lain.
Saya tertahan di daerah ini dan tak bisa keluar, hanya karena segelintir orang--tepatnya satu ruas jalan--memutuskan untuk bertarawih di depan rumah mereka beramai-ramai ketimbang pergi ke Masjid yang jaraknya hanya 80 meter. Mungkin saya juga tidak akan keberatan jika jalan itu dibuat oleh bapak mereka atau oleh mereka sendiri. Aheng teman saya yang tinggal disitu berkata "Pak Lurah gue yang bikin jalanan itu!!!" Tapi, apakah saya dan Aheng--yang juga warga--punya hak untuk protes? Tentu saja tidak....saya pastikan saya akan dicap anti Islam dan berpotensi digiring massa jika nekad menerobos jalan yang menjadi hak saya tersebut.
Saat saya menulis posting ini, yang ada di kepala saya adalah "Pembenaran macam apa yang bisa membuat orang-orang itu memblokir jalan yang bukan punyanya?" Jika mau saya tarik lebih jauh lagi, bisa jadi pertanyaannya akan sedikit melebar. "Apa iya Islam adalah agama paling benar?" Pak Ustadz mungkin lekas menjerit-jerit bahwa saya berdosa pada agama saya. Bagi saya pertanyaan ini sah saja, sementara peradaban lain semakin maju, kenapa Islam harus melakukan kesalahan tolol yang pernah dilakukan oleh kaum Kristiani ratusan tahun lalu? Saat mereka dengan arogannya membakari orang-orang yang berbeda dengan dirinya, atau saat mereka membunuhi masyarakat tradisional atas nama penyebaran agama.
"Islam tidak mundur, ia jalan di tempat, persis dengan yang terjadi pada masyarakat Yunani," ujar almarhum Cak Nur sekitar 16 tahun lalu di depan saya. Saat itu saya adalah seorang pelajar SMA yang masih fanatik pada agama saya. Saat itu saya masih percaya bahwa matahari akan terbit di timur di kala menjelang kiamat (di Eropa saya bertanya-tanya, karena matahari tidak pernah terbit di barat, timur, utara ataupun selatan). Dulu saya percaya dan selalu mengulangi kalimat itu. Kini saya meragukan pendapat Cak Nur.......
Nabi Muhammad adalah pembawa Islam ke dunia, hanya dalam waktu dua ratus tahun Islam sudah mampu menakuti kaum Kristen yang saat itu sedang berjaya di bawah panji Romawi dll. Periode dark ages yang biasa kita baca di buku-buku sejarah bagi saya adalah periode tengsin alias malu! Di saat itu juga, Islam melontarkan derajat perempuan ke langit ke tujuh, gender yang ditindas habis di masa sebelum Muhammad bisa menjadi sosok yang dihormati.
Sekarang? Saya melihat kebanyakan perempuan dari negara-negara Islam justru mundur 3000 tahun, tak ada lagi tempat bagi mereka, keberadaan mereka cuma menjadi hiasan belaka, belum lagi penindasan dll. Lalu.....Islam kini menjadi sosok yang menakutkan dan penuh emosi, sesuatu yang dianggap hinaan bagi agama nyaris selalu ditanggapi dengan sikap mengajak perang. Saya sepakat dengan istilah "Loe asyik gue nyantai loe usik gue bantai," milik Jakmania, tapi kecolek sedikit langsung mengangkat kapak perang, rasanya kurang pas bagi sebuah agama dan kepercayaan yang ingin dihormati.
Malam ini saya sebal pada perilaku "segelintir" umat Islam. Malam ini juga saya sedang berpikir (dan ini bukan untuk yang pertama kalinya) "Apa kata umat lain di Indonesia menyikap tingkah laku orang Islam?" Saya yang muslim menganggap umat Islam arogan, entah yang sama sekali tidak kenal pada kebiasaan kita.

1 komentar:

Anonymous said...

ketika agama sudah menjadi collective mind yg diinstitusikan, dan pemeluk salah satu agama merasa superior hanya karena jumlah mereka lebih banyak, ya jadi dekat sekali dengan arogansi macam ini.

apalagi ketika ibadah sudah lebih bermuatan sosial ketimbang personal. "Lihat, warga RT kami rajin beribadah lho!" mungkin itu yg ada di benak penutup jalan.

(tika)