12/21/06

Tak Ada Yang Sempurna

Zico mundur beberapa langkah, wajahnya sangat tegang. Ia memandangi bola merk Adidas buatan Indonesia yang sudah ia tempatkan di titik penalty. Ia menunda sebentar langkahnya. Joel Bats berdiri kokoh di depannya, wajahnya tampak lebih percaya diri. Tanpa bisa menunda lagi, Zico mengambil langkahnya dan melepaskan tendangan terukur…Bats memilih arah yang sama dengan arah bola, dan gagallah tendangan tersebut.

Beberapa menit kemudian Perancis dinobatkan sebagai pemenang pertandingan tersebut. Terpidanalah Zico, tak peduli ia mampu menceploskan bola dari titik yang sama saat adu penalti. Masyarakat Brasil murka dan hingga saat ini si Pele Putih terus menjadi pesakitan dan terhukum di negaranya. “Saya sudah mencetak puluhan gol dari titik penalty, hanya satu yang gagal, tapi itu cukup untuk membuat saya jadi terpidana,” keluhnya.

Legenda asal Brasil ini tidak sendirian, delapan tahun kemudian Roberto Baggio menjadi pesakitan selanjutnya. Kali ini ia gagal membobol gawang Brasil juga dari titik putih. Sama-sama menjadi keladi kekalahan timnya di final 1994, Baggio gagal mengeksekusi tendangan kelima yang menentukan. “Jika saya bisa membalik kembali waktu, tendangan kelima itu saja yang ingin saya lakukan kembali,” tulis Baggio di sebuah artikel di Gazella dello Sport beberapa waktu lalu.

Dunia selalu menggantungkan harapan yang besar pada seorang bintang. Tak peduli berpa juta kali ia bermain baik, satu kali kesalahan bisa menjerumuskan dirinya. “Kami berharap pada dirinya, lihat yang ia lakukan pada kami?” sergah Manuel pria asal Sao Paolo saat Brasil takluk memalukan di tangan Perancis di final 8 tahun lalu. Tentu ia merujuk pada nama Ronaldo yang sangat digadang-gadang jadi jawara, nyatanya bukan cuma tiba-tiba kena ayan, ia juga membuat rusak irama permainan timnya. “Ia datang ke stadion hanya setengah jam sebelum pertandingan, tapi moral kami harus dinaikkan oleh kehadirannya,” kisah Roberto Carlos, pemain yang pertama kali menemukan si gigi kelinci sedang kejang-kejang, ayan.

Bermain baik adalah upaya, seperti biasanya kita selalu berusaha berbuat baik dan bersikap positif. Masalahnya, apakah respon alam atau lingkungan yang kita terima mampu mencerminkan usaha kita? Belum tentu….bermain baik dan indah sudah dilakukan Belanda di tahun 1974, toh akhirnya mereka gagal juga. Sebagai manusia, kita juga selalu berusaha berbuat baik…masalah apakah bisa memuaskan orang lain, tentu saja itu urusan lain. Jadi, di kesempatan hari raya Idul Fitri ini, kami dari redaksi ingin meminta maaf atas segala kekhilafan, sekaligus memohon masukan dari para pembaca.

Zico pernah gagal mencetak penalty, demikian juga Baggio, Anjas Asmara, Maradonna dan jutaan bintang lainnya. Toh satu hal yang harus kita pahami—seperti juga para rocker—mereka adalah manusia biasa yang bisa melakukan kesalahan. Saya selalu menghindari untuk memaki pemain lokal jika mereka gagal memanfaatkan peluang emas. Alasanny sederhana, karena saya juga pernah melihat Van Basten, Drogba atau Shevchenko juga pernah melakukan kealpaan yang sama.

Jika mereka bisa khilaf, redaksi freeKICK! Bisa jadi juga pernah mengecewakan Anda, jika iya…maka maafkanlah kami, karena cuma kata itu yang bisa kami sebutkan di bulan Syawal yang Fithri ini.

Minal Aidlin Wal Faidzin, mohon maaf lahir dan bathin.

freeKICK! edisi November 2006, edisi Lebaran

0 komentar: