6/10/07

Stadion Lebak Bulus menyadarkan saya, sepakbola boleh sama, fanatisme juga, tapi kenyamanan memang berbeda. Di negeri-negeri mapan saya bisa menyaksikan sepakbola sama nyamannya seperti saya menonton film di bioskop kelas atas. Tak ada asap rokok, orang lalu lalang dan tentu saja tak ada pedagang asongan yang berjalan mondar-mandir.

Saya sama sekali tidak protes, karena kesulitan inilah yang menjadi keunikan sepakbola Indonesia. Di Eropa tak akan pernah ada penonton memadat, selalu ada jarak antar penonton karena mereka memang duduk di bangku bernomor. Sementara di Indonesia kepadatan menjadi sebuah keniscayaan yang bagi saya justru menjadi kekuatan lain dari sepakbola Indonesia. Pagar Lebak Bulus yang kadang menghalangi pandangan juga menjadi pembeda lain dari sepakbola Indonesia. Sementara Italia atau Spanyol menerapkan sistem fibre glass demi kenyamanan penonton yang berada di perspektif tersebut, stadion di negeri saya sama sekali tidak mau tahu. Tapi, lagi-lagi....dimana lagi nonton bola diantara sela-sela pagar pembatas?

1 komentar:

Anonymous said...

"What we do in life echoes to eternity" ...... by Maximus ...

he he he .....

Welkam bek Cup .....

Salam