2/21/08

"Ini pertandingan sesungguhnya," ujar saya pada Cemong kameramen saya yang membantu saya menciptakan gambar-gambar indah di The Conductors. Ia masih tidak percaya bahwa jumlah penonton film kami tidak seperti yang ia bayangkan. Saat JIFFEST membuat dirinya percaya diri luar biasa akibat animo yang dahsyat pada karya kami, kini ia seperti melihat kenyataan bahwa publik seperti inilah yang sedang dihadapi.

Kami yakin bahwa The Conductors mampu bersaing secara kualitas terhadap film apapun yang sedang tayanng saat ini, tak peduli asalnya dari negeri mana, tapi satu hal yang harus Cemong pahami--dan sudah saya pahami saat merilis The Jak--bahwa dokumenter bagi orang Indonesia adalah benda aneh. Bahkan seorang kritikus film senior (yang memanggil mas saja saya merasa ia ketuaan) sempat berujar langsung pada saya beberapa jam lalu "Sebenernya saya mau nonton, tapi waktunya susah, soalnya banyak sekali film muncul," maka ia sebutlah berbagai judul-judul buatan lokal yang semuanya fiksi.

Ia juga sempat mengatakan "Nantilah kalau loe dah bikin fiksi, baru bisa direview," lalu apa bedanya dokumenter dengan film lain? Ketika David Webber sosok yang mengajarkan bagaimana menulis skenario pada saya berkata "So what with documentary? For me it's more difficult because you're dealing with real people," saya jadi sempat percaya bahwa dokumenter memang cuma genre.

Nyatanya, publik Jakarta tidak merasa begitu, tempat dokumenter ya di tivi. Bahkan yang sudah karatan saja--dan ia kritikus film--punya anggapan yang kurang lebih sama. Patah hatikah saya? Kagak lha, bagi saya ini cuma bagian dari tantangan yang harus saya pecahkan. Niat saya untuk terus berdokumenter semakin besar, bagi saya fiksi atau dokumenter cuma genre, seorang filmmaker yang baik harus sanggup melakukan keduanya dengan baik. Jika hari ini saya mampu menawarkan dokumenter yang bagus, masak sih besok-besok saya tidak bisa kasih masyarakat dokumenter yang lebih bagus atau fiksi yang juga beda?

8 komentar:

Anonymous said...

PENILAIAN SEBENARNYA "THE CONDUCTOR" ada di Malang Bang..!!!

Memang karakter masyarakat FILM kita biasanya hanya melihat dari sisi hiburan dan kepopuleran semata..!!!

Dokumenter memang bl begitu populer di negeri kita..tapi jujur saya adalah penggemar film2 dokumenter karena bagiku film dokumenter itu ibarat ungkapan sebuah kejujuran!!

Maju terus Sam Fusuy...ak akan menantikan FIlm2 mu...

SALAM SATU JIWA AREMA..!!!
AREMANIA "Damai Boleh Ribut Boleh"

Dari : Golden_boY (yongki_ad@yahoo.co.id)

Anonymous said...

Tetap semangat mas!
Dokumenter mungkin msh asing buat masyarakat kita tp saya yakin setiap film punya massa'nya sendiri dan saya sangat yakin banyak orang waras di negeri ini yg lbh tertarik nonton The Conductors drpd film2 lokal yg isinya ga jauh dr cinta2an gombal dan horor yg ga jelas.

Buat saya, lbh baik nonton film dokumenter yg bermutu dan bagus drpd nonton film fiksi lokal yg ceritanya ga jelas dan mengada-ada.

Terus berkarya dan berjuang mas! Dunia perfilman dan persepakbolaan kita perlu orang2 muda yg kreatif, berani dan idealis kayak mas Yusuf. Tetap semangat!
Salam buat mas Faiz, mas Amir Pohan dan tmn2 lain, maju terus!

-Lia-

arista budiyono said...

bagai manapun juga...karya bukan dari hasil walalupun hasil tak bida dipungkiri. tapi karya yang bagus adalah dari kematangan dalam berprinsip. karya yang keluar dari hari yang paling dalam akan tetap bertahan sampai akhir masa......

tetep semangat sam fusuy..........

biarlah anjing menggonggong khafilah pun akan tetap melenggang...

ABY (arista budi yono)
humas pasoepati jabodetabek....
pengelola [URL]www.pasoepati.co.cc[/URL]

Anonymous said...

Jangan menyerah bang Ucup !!
kami Aremania bangga atas apa yg telah anda lakukan !!
Kalo animo penonton yg kurang, mungkin itu karena kondisi masyarakat kita yg masih "hijau" dalam menyikapi film2 bertema dokumenter...
Sekalian nanya Mas, apa nanti The COnductors akan diluncurkan juga versi VCD/DVD-nya? karena saya berada jauh dari hingar bingar kehidupan modern dimana bioskop tidak ada di tempat saya...
Makasih Bang Ucup !! anda akan selalu ada di hati Aremania !!

Salam Satu Jiwa !!

Anonymous said...

Mas Andy,

Siang tadi saat di kampus Brawijaya, kalo tidak salah anda mengatakan hanya 50 penonton yang menyaksikan The Conductor. Saat diputar di Malang, Sabtu kemarin.

Aku kira, ini bukan karena film anda tidak diterima oleh publik malang. Tetapi karena memang Aremania bukan penikmat film.

Mereka bersemangat ke Kanjuruhan karena di sana diberi kesempatan untuk bisa sejenak bergembira dari carut marut negeri ini.

Bagi Aremania, yang menonton aksi Arema dengan membayar tiket masuk, menganggap dirinya adalah "pemilik sah" dari sebuah tim yang mereka anggap lahir dari kalangan mereka sendiri.

Arema yang independen, tanpa campur tangan plat merah itulah yangm ereka anggap "milik mereka". Karena mereka menganggap, plat merah adalah penguasa yang setiap keputusannya dibuat untuk kepentingan mereka sendiri, tanpa melibatkan rakyat.

Karena itulah, karena rasa memiliki inilah mereka merasa harus bertanggung jawab memberi suport all out bagi PS Arema Malang.

Di stadion, Aremania mendapatkan legalitas untuk sedikit keluar dari etika pergaulan. Mereka menganggap sah-sah saja bila di sana mereka mengeluarkan umpatan "Jancuk". Yang bila kata-kata ini diucapkan saat mereka berada di lingkungan keluarga atau tempat yang sedikit formal, seperti sekolah atau tempat bekerja, tentunya akan dianggap melanggar etika.

Di buletin satujiwa.net, Yuli Sumpil pernah mengatakan, kenapa dirinya selalu memimpin ribuan aremania untuk menyanyikan lagu yang syairnya "... bonek-bonek jancuk..". Hal ini karena memang memenuhi permintaan ribuan aremania. Hal ini dilakukan Aremania karena mereka memang mencari "pelepasan" dari kondisi TEWUR saat ini.

Terakhir, aku tidak tau, apakan didalam film anda juga dibahas tentang bagaimana Yuli menyusun lagu-lagunya? apakah sama dengan 2 conductor yang lain, yang tentunya memiliki run down. Tentunya hal ini akan sangat menarik.



Salam

torisamudranta@yahoo.com

Andibachtiar Yusuf said...

walah...sam torasi (atau terasi) kyknya salah dwenger deh :-p
yg 50 orang itu di jakarta, ya biar aja lha di jakarta, org2 di kampung saya itu emang udah kepenuhan jadwal, suka repot ngatur waktu buat ntn film bagus....waktunya dibuang percuma buat ntn film jelek dari holiwut ;-)

Anonymous said...

iya nih mungkin tori salah denger. menika wonten jakarta mas tori. ayas gak hadir sih di brawijaya, kampus ayas tercinta iku, tapi dari jawabannya sam ucup mungkin sam tori salah dengar saja. kukira bakal banyak penonton di malang, filmnya belum diputer saja hebohnya bukan kepalang. ayas jadi kebelet nonton juga sebagai penikmat dokumenter.
purwanti Pemantik@yahoo.com

Anonymous said...

Yah namanya juga masyarakat gagap.... semuanya harus ikut main stream.... jadi jangan takut membuat arus baru... biarlah yg sudah hanyut terbawa stream yang ada dan menyesatkan seperti sinetron... negara ini masih perlu banyak arus baru untuk menyadarkan para orang tua yang suka lupa kalau mereka pun harus turun atau berubah...