6/23/08


Saya mencintai sepakbola yang agresif karena saya percaya bahwa hidup membutuhkan agresivitas untuk memenangkan apa yang diinginkan. Inilah alasan mengapa lalu saya senang Spanyol, Jerman (era modern), Kroasia dan Turki lolos ke semifinal Euro tahun ini. Spanyol mempertontonkan apa yang lama hilang dari tim nasional mereka sendiri, agresivitas dan kolektivitas, Jerman baru adalah Jerman yang posesif dan selalu ingin menyerbu lawan-lawannya walau tetap dengan tenaga dan determinasi ala Jerman.
Turki dan Rusia adalah dua kekuatan baru dan saya salut pada Turki yang mempertontonkan kecerdasan, keuletan dan respon positif pada setiap aksi dan reaksi di lapangan. Bagi saya Turki menunjukkan bahwa dalam sepakbola dan kehidupan, bukan nama besar yang dibutuhkan....tapi lebih tegas lagi kecerdasan dan kepandaian dalam membaca apa yang akan dihadapi. Persis sama dengan Rusia yang telah memberitahu kita bahwa agresivitas tanpa kepandaian sama saja babi buta yang berlari mengamuk tanpa kejelasan.
Saya menantikan semifinal Euro 2008 ini dengan penuh keriangan, sepakbola kembali pada khittahnya. Khittah kehidupan yang jelas, karena saya percaya hidup adalah sepakbola. Keduanya memiliki jangka waktu yang hanya kita sendiri yang tahu dan mampu mengisinya, apapun caranya.

1 komentar:

hari Lazuardi said...

duh yang lagi riang gumbira, kapan ya sepakbola Indonesia kembali kepada khittahnya, karena e karena semakin ga jelas aja nih arahnya, agresip membabi buta atau babi buta yang tak pandai lagi tak mendengar…