Bahkan ketika Abigail akan lahir saja saya tidak setegang ini. Abigail adalah gadis manis putri pertama saya dan kata orang kelahiran pertama anak kita adalah sebuah ketegangan. Ah.....tidak juga, saya bahkan sempat menertawakan suster yang menyiapkan persalinan pagi itu dan berkata "Liat darah sih saya kuat suster, bayar rumah sakitnya neh yang mungkin gak kuat," atau saat ia bertanya apakah saya ingin menggunakan jasa dokter atau dirinya, saya malah menjawab "Suster aja deh, kan suster yang pernah melahirkan....dokternya palingan juga laki, sama kayak saya, gak pernah hamil," sementara Swastika istri saya dengan sebal berkata "Jangan bercanda aja dong!" padahal saya sedang serius saat itu.
Tapi siang ini saya tegang luar biasa, Romeo Juliet memang bukan film pertama saya, tapi ia adalah karya fiksi pertama saya dan siang ini pukul 12.00 di Hongkong adalah pemutaran perdananya. Saya tidak akan menyebut pemutaran siang tadi sebagai World Premiere karena pemutaran tadi diperuntukkan bagi para industrialis sinema, kritikus, wartawan atau para tetamu festival yang tentu saja berpikir bahwa pukul 12.00 siang adalah saat yang lebih baik untuk meeting bisnis lain, makan siang atau bahkan nonton pemutaran pribadi yang diberikan oleh para filmmaker lebih terkenal dengan kantong lebih digdaya dari saya tentu saja.
Namun justru faktor inilah yang membuat jantung saya kembang kempis dan tubuh berkeringat walau suhu Hongkong sedang mencapai angka sejuk di kisaran 21 derajat celcius. Apa ada yang mau melirik film saya dan coba tahu apa yang terjadi dalam durasi 104 menit fiksi perdana saya ini, nyatanya ada. Walau jumlah mereka tidak sampai memenuhi ruang teater yang berkapasitas 600an orang itu, namun saya cukup senang ada yang datang. Masalahnya kemudian, saya menjadi semakin tegang karena saya tidak yakin apakah mereka memahami karya saya ini. Bukan masalah teknis atau apapun, tapi apakah mereka mengerti dengan isi dan gagasan yang saya sampaikan....apalagi pembuka dari kisah ini adalah sebaris teks yang saya buat dengan tujuan menggocek sebuah lembaga. Di 10 menit pertama saya coba melirik respon dan ekspresi mereka, dan saya melihat 3 orang keluar dari bioskop!
Tidak sampai 15 menit jumlah tadi dibayar tuntas dengan masuknya sekitar 9 orang ke dalam ruangan dan begitulah seterusnya. Mereka keluar masuk sesukanya sementara saya terus saja keringetan gak karuan. Puncaknya saat audio Romeo Juliet mendadak jadi tidak termaafkan, suara yang kadang pecah dan bahkan di beberapa dialog sepi suara tiba-tiba bersembunyi entah kemana. Sampai akhirnya saya memutuskan untuk keluar saja dari dalam teater, apalagi ini adalah untuk yang ke 468 kalinya saya saksikan film ini dan rasanya saya sudah kehilangan intensitas penantian alur dan lain sebagainya.
Saya memilih untuk menyelesaikan saja masalah audio ini dengan studio yang mencetak gambar untuk film ini. Saya katakan pada mereka "I know my film doesn't have the best audio quality ever and I don't have the best technician either, but I believe they did much better than you gave me," dan mereka pun kemudian berjanji untuk mengecek kualitas asli yang mereka terima dari Jakarta. Mereka memang kemudian berkata pada saya "This is what we have from Jakarta, from your original sound," tapi saya sudah ratusan kali mendengar film ini dalam berbagai bentuk pengeras suara, dan saya masih percaya bahwa teman-teman saya mungkin memang bukan yang terbaik, tapi saya percaya mereka telah bekerja dengan baik dan maksimal.....dan sayapun merasa berkewajiban untuk meminta maaf pada Daul, sound recordist proyek ini jika kemudian kami gagal mengembalikan suara yang pernah kami dapatkan kembali seperti semula, sembari menghibur diri "Rekaman pertama Metallica juga mendem kok,"
Tapi siang ini saya tegang luar biasa, Romeo Juliet memang bukan film pertama saya, tapi ia adalah karya fiksi pertama saya dan siang ini pukul 12.00 di Hongkong adalah pemutaran perdananya. Saya tidak akan menyebut pemutaran siang tadi sebagai World Premiere karena pemutaran tadi diperuntukkan bagi para industrialis sinema, kritikus, wartawan atau para tetamu festival yang tentu saja berpikir bahwa pukul 12.00 siang adalah saat yang lebih baik untuk meeting bisnis lain, makan siang atau bahkan nonton pemutaran pribadi yang diberikan oleh para filmmaker lebih terkenal dengan kantong lebih digdaya dari saya tentu saja.
Namun justru faktor inilah yang membuat jantung saya kembang kempis dan tubuh berkeringat walau suhu Hongkong sedang mencapai angka sejuk di kisaran 21 derajat celcius. Apa ada yang mau melirik film saya dan coba tahu apa yang terjadi dalam durasi 104 menit fiksi perdana saya ini, nyatanya ada. Walau jumlah mereka tidak sampai memenuhi ruang teater yang berkapasitas 600an orang itu, namun saya cukup senang ada yang datang. Masalahnya kemudian, saya menjadi semakin tegang karena saya tidak yakin apakah mereka memahami karya saya ini. Bukan masalah teknis atau apapun, tapi apakah mereka mengerti dengan isi dan gagasan yang saya sampaikan....apalagi pembuka dari kisah ini adalah sebaris teks yang saya buat dengan tujuan menggocek sebuah lembaga. Di 10 menit pertama saya coba melirik respon dan ekspresi mereka, dan saya melihat 3 orang keluar dari bioskop!
Tidak sampai 15 menit jumlah tadi dibayar tuntas dengan masuknya sekitar 9 orang ke dalam ruangan dan begitulah seterusnya. Mereka keluar masuk sesukanya sementara saya terus saja keringetan gak karuan. Puncaknya saat audio Romeo Juliet mendadak jadi tidak termaafkan, suara yang kadang pecah dan bahkan di beberapa dialog sepi suara tiba-tiba bersembunyi entah kemana. Sampai akhirnya saya memutuskan untuk keluar saja dari dalam teater, apalagi ini adalah untuk yang ke 468 kalinya saya saksikan film ini dan rasanya saya sudah kehilangan intensitas penantian alur dan lain sebagainya.
Saya memilih untuk menyelesaikan saja masalah audio ini dengan studio yang mencetak gambar untuk film ini. Saya katakan pada mereka "I know my film doesn't have the best audio quality ever and I don't have the best technician either, but I believe they did much better than you gave me," dan mereka pun kemudian berjanji untuk mengecek kualitas asli yang mereka terima dari Jakarta. Mereka memang kemudian berkata pada saya "This is what we have from Jakarta, from your original sound," tapi saya sudah ratusan kali mendengar film ini dalam berbagai bentuk pengeras suara, dan saya masih percaya bahwa teman-teman saya mungkin memang bukan yang terbaik, tapi saya percaya mereka telah bekerja dengan baik dan maksimal.....dan sayapun merasa berkewajiban untuk meminta maaf pada Daul, sound recordist proyek ini jika kemudian kami gagal mengembalikan suara yang pernah kami dapatkan kembali seperti semula, sembari menghibur diri "Rekaman pertama Metallica juga mendem kok,"
1 komentar:
cup..... tenang... kami suporter Indonesia berjanji... siap mengwal Rome Jul untuk menjadi yang terbaik... minimal terbaik bagi kami para suporter karena telah di film kan.....
Post a Comment