3/18/10

"Nothing new under the sun," demikian pameo yang biasa saya dengar di dunia kreatif. Apapun itu, bahkan saat Shutter Island karya sang legenda Martin Scorcese muncul, saya menyebutnya sebagai sebuah kebetulan kesamaan ide antara karya sang maestro dengan Pintu Terlarangnya Joko Anwar atau bahkan skenario karya bersama saya dengan teman saya Balki 9 tahun yang lalu yang sampai hari ini tetap teronggok menjadi karya tulis mati!

Tidak, saya tidak berpikir bahwa Martin atau Joko mencuri ide saya, karena saya percaya bahwa "Tak ada yang baru di dunia ini," Bahkan antara dua nama hebat itu, saya yakin satu dengan yang lain sama sekali tidak pernah berhubungan. "Saat ide muncul di kepala kita, bisa jadi pada frekwensi yang sama seseorang di sisi lain sedang memikirkan hal yang sama," ujar Ronny seorang teman saya. Jadi...saya kemudian tak lagi merasa aneh jika kemudian 'Still Of The Night' nya Whitesnake sangat mirip dengan 'Black Dog'nya Led Zeppelin. "Sebuah dedikasi yang diberikan pada Led Zeppelin," tegas David Coverdale yang pada nomer ini mendapat sentuhan gesekan gitar dari John Sykes yang sebenarnya juga tak beda-beda jauh dengan yang pernah dilakukan oleh Jimmy Page.

"Notasi kan cuma 7 Cup, maennya ya cuma disekita itu," jelas Edmond kawan saya tentang musik masa kini yang bagi beberapa orang terasa itu-itu aja. "Bukan musiknya yang itu-itu aja, banyak musisi yang kurang berani bereksplorasi," tegasnya. Seperti segala akar seni lainnya, seperti film misalnya....musikpun tetap membutuhkan eksplorasi bagi para pembuatnya. Saya mungkin terlalu naif jika menyebut Nine Inch Nails sebagai salah satu peramu beberapa genre terbaik. Tapi saat Trent Reznor meramu dengan baik musik Rock, Techno, Digital dan beberapa genre lainnya....maka sebuah genre barupun seolah muncul. Industrial demikian kita menyebutnya, sama seperti sebelumnya saat munculnya jenis musik Jazz Fusion yang sebenarnya adalah penggabungan antara Jazz, Pop dan Rock yang cukup kental.

Jika kemudian beberapa film seolah menjadi pengulangan dari adegan-adegan yang pernah ada seperti adegan perkelahian jalanan Romeo Juliet karya saya terinspirasi aksi perkelahian di film Sang Jagoan sekitar 30 tahun lalu dan Bittersweet Life sebuah film aksi Korea yang sangat saya puja, tak usah heran jika kesenian bernama musik pun sah untuk memasukkan beberapa unsur ke dalamnya. Lahirnya sesuatu yang disebut Fuse Music, atau beberapa media menyebutnya sebagai Hybrid Music, "Karena sebenarnya hanya penikmat dan pengamat saja yang selalu memberi label sementara kreator hanya sibuk bereksperimen," tegas seorang musisik suatu hari bertahun lalu pada sebuah wawancara dengan saya (udah lama, makanya lupa siapa namanya)

"Emang musik Fuse apaan sih?" tanya Armand Maulana di konferensi pers Sprite D'Plong yang tanpa sengaja saya datangi. Armand si Frontman salah satu band besar di tanah air, Gigi bisa jadi berseloroh....tapi bisa jadi ia serius. Karena sejak masa kelahirannnya, Gigi adalah sebuah kelompok yang memadukan aksi Rock milik gitaris Baron dan Jazz bernuansa etnis milik Bujana yang sangat kental. Kolaborasi dahsyat yang kemudian menghasilkan campuran kuat antara garukan gahar milik Baron yang sejak lama memang dikenal sebagai partner tukar ilmu gitar Eet Syahranie, salah satu gitaris rock terbaik di tanah air. Bertemu dengan Bujana yang pernah membuat Ahmad Dhani di masa SMA nya harus memburunya untuk sekedar meminta tanda tangannya pada gitar miliknya.

Gigi adalah sebuah contoh yang baik bagi kelahiran sebuah sug genre baru. Pertemuan sekaligus percampuran antar genre yang dikerjakan oleh musisi-musisi professional. Saat Baron keluar bertahun lampau, sentuhan rock itu memang hilang, tapi eksplorasi mereka pada musik tanpa harus berkata ini genre itu atau ini membuat musik mereka semakin kaya.

Eksplorasi pada kesenian selalu memberikan kekayaan, jadi ketika Sprite mengajak siapapun kalian untuk ikutan di ajang aransemen ulang ini, saya melihat bahwa ini adalah sebuah ajakan untuk mengeksplorasi kemampuan ketimbang sebuah kegiatan promosi produk semata. Apa sih untungnya sebuah perusahaan minuman bersoda jika mereka mendukung lahirnya musisi sekaligus sub genrenya? Saya pastikan tidak ada, jikapun ada itu hanya berbentuk image alias citra, sementara banyak orang di sekitar saya berkata "Citra gak bisa buat beli bakso Cup," Jadi, saya mencoba untuk berpikir positif dan menjadikan ajang seperti ini sebagai arena untuk membuktikan bahwa Indonesia (atau kita) cukup kreatif untuk memformulasikan 10 lagu yang sudah populer yang Sprite tawarkan untuk diaransemen ulang sekreatif mungkin.

Mungkin saja disana nanti akan ada lagu 'Akulah Sang Mantan' nya Nidji yang ngetop itu, lalu si Iwan dari Makassar bertekad untuk memberi garukan gitar ala Steve Vai, ketenangan ala Sarah Mc Lachlan, nada pentatonis musik Bugis yang sangat kuat sampai teknik suara yang lebih kasar seperti Eddie Vedder, saya rasa itu akan menjadi sah saja. Karena inilah saatnya melakukan sesuatu dengan karya atas nama kesenangan dan kebebasan.

0 komentar: