Wajah perempuan itu memandangi saya entah untuk ke berapa kalinya. Sebenarnya sebal juga melihatnya, sudah sekitar tiga menit ia membuat saya tertahan di pintu perbatasan. Untuk ke sekian kalinya ia membolak balik paspor saya dan kali ini melepaskannya dari sampulnya. Kemudian ia letakkan foto saya di halaman paling depan ke infra merah.
Aksinya belum selesai, ia membolak balik halaman demi halaman, entah mencari dimana letak visa Inggris saya, letak visa Hongaria saya atau memang tidak mengerti apa yang tertera di halaman paspor saya. Akibatnya, di belakang saya mendadak mengantri sekitar 5 orang, sebelumnya antria paspor sama sekali tidak terlihat. Lima orang di belakang saya lalu bergegas pindah ke loket sebelah "Orang dari negara mana sih nih? bikin lama aja," begitu barangkali pikir mereka.
Ini bukan pengalaman pertama dan bukan satu-satunya dari manusia berpaspor Indonesia macam saya. Di perbatasan Rumania, saya dan beberapa teman juga pernah tertahan lama akibat hal yang sama. Foto saya berulang kali dilihat, halaman berulang kali dibolak balik, kacamata diminta dibuka, rambut yang sebenarnya tidak panjang diminta ditarik dan lain sebagainya. Sayalah penyebab antrian panjang di koridor batas Hongaria-Rumania, 15 menit saya membuat dua rekan saya yang heran melihat hal ini harus sabar menunggu. Tentu saja saya bilang "Orang Indonesia percaya kalau orang sabar disayang Tuhan," salah satu dari mereka cepat menjawab "Wah, saya gak percaya sama Tuhan,"
Jadi orang Indonesia memang sulit, di negeri orang kita "tidak dikenal" masih bagus kalau mereka tahu tsunami di Aceh, umumnya tidak tahu dimana letak Indonesia. Saya jadi merasa Indonesia tidak ada di peta, karena mereka umumnya tahu dimana letak Malaysia, Thailand atau bahkan Vietnam. Mau sombong sama Bali, banyak diantara mereka yang juga tidak tahu apa itu Bali, bahkan ada yang tak percaya saat saya bilang "Negara saya terdiri dari 15 ribuan pulau, kanan kiri laut, depan belakang laut, mau ke pantai tinggal naek sepeda," Apa jawab cewek cakep asal Azerbaijan dan gadis gak kalah cakep dari Venezuela tersebut "Bisa aja deh ngarangnya,"
Makanya, di Berlin awal bulan Juli lalu, saya menyebut seorang remaja asal Norwegia sebagai "Murid paling pinter di kelasnya," karena saat saya menyebut Indonesia ia bisa berkata "Wah, negara besar kan ya? penduduknya dua ratus jutaaan kan? Kalo gak salah nomer empat deh di dunia, bentuk pemerintahannya udah gak kerajaan lagi kan? Udah republik, iya sih udah republik, kan kalo gak salah udah jadi satu sejak merdeka dulu," Senengnya..........
2 komentar:
Bilang sama temen londo yg paling pinter dikelasnya itu, Indonesia has never been a monarchy! Dulu mmg pernah besar waktu masih jaman Majapahit dan Sriwijaya, tapi belum jadi Indonesia. hehehe...
kasian sekali ya indonesia itu
sepertinya sangat sedikit yang bisa dibanggakan..:(
semoga2 anak2 indo yang bekerja di luar negeri bisa berbuat sesuatu
salute juga buat owner nya blog ini,sudah menjadi indonesianist sejati
met kenal :)
Post a Comment