"Hobi film loe akut banget cup, sama kayak hobi bola loe," kata Iqbal teman lama saya, jauh di masa lalu saat kami masih sama-sama duduk di bangku SMA. Iqbal mungkin sudah lupa pada kata-katanya, tapi yang pasti ia selalu sebal pada saya karena saya selalu sibuk nonton film atau nonton sepakbola sampai kegiatan belajar bersama kita selalu berantakan atau tugas kelompok terlambat dikerjakan. Iqbal mengenal saya sejak kami masih sama-sama SD, saya saat itu berusia 9 tahun dan dia sudah 10 tahun....tapi satu hal yang sama, ia mengingat saya sebagai jurig bioskop dan juragan stadion yang menyebalkan.
Kini 17 tahun setelah lulus SMA dan saya sudah lama sekali tidak bertemu dengan kawan saya yang sering kami panggil "pelawak" karena tanpa melucu dia sudah sangat lucu dan justru sebaliknya jika sedang melawak. Terakhir saya bertemu Iqbal di Leiden saat ia sekolah disana dan saya untuk pertama kalinya menginjakkan kaki di Eropa bersama Jakarta Is Mine (2004) dokumenter pendek pertama saya yang kemudian memperkenalkan saya pada Eropa. Tahun itu adalah tahun 2004, Iqbal memasakkan sayur lodeh dan saya menyiapkan tumis kangkung di rumah kontrakan Elisabeth seorang kawan asal Australia. "Gak nyangka loe sekarang jadi filmmaker cup, tentang bola pula," ujarnya dan saya tersenyum mendengar kalimatnya ini.
Sepakbola sulit saya lepaskan dari hidup saya, jika dulu saya kira saya hanya akan berhenti menjadi seorang penonton, kini saya berpikir untuk menyatakan bahwa sepakbola adalah jalan hidup tidak hanya bagi mereka yang hidup di atas lapangan atau sekitarnya, tapi juga bagi seniman seperti saya. Sepakbola menjadi statement dalam setiap karya saya dan bisa saya jadikan sumbu untuk menggerakkan apapun yang ingin saya sampaikan.
2 karya terdahulu saya sudah berkata bahwa sepakbola bisa menjadi apapun dalam kehidupan. Ia bisa menjadi sebuah esai tentang kota atau sebuah pertanyaan tentang kepemimpinan. Lewat sepakbola kini saya ingin bertanya tentang fanatisme dan militansi lewat Romeo*Juliet, lewat karya ini pula saya ingin berkata bahwa sepakbola adalah juga representasi dari militansi yang banyak orang kira hanya bisa ditemukan di agama-agama samawi.
2 komentar:
saya salut sama bang Ucup, bisa memanfaatkan kegilaan pada bola untuk film. jarang yg kayak gini.
FYI, ini ada proyek film (dokumenter) soal bola di negara dunia ketiga, mudah2an bang Ucup belum tahu :D
http://thesoccerproject.blogspot.com/
memang suporter tidak pernah pensiun.
Post a Comment