1/18/10


"I love you Rangga!" kalimat itu diteriakkan berkali-kali oleh para penonton yang cukup memadati National Museum of Dhaka, sebuah gedung museum utama di kota Dhaka, ibukota Bangladesh. Saya tersenyum menyambut teriakan mereka dan berusaha ramah untuk terus membalas salam dari penduduk kota Dhaka yang menyalami saya, berusaha menyentu bahkan mengajak saya berfoto bersama.

Wow! Sambutan ini seolah mengulangi setiap sambutan yang saya dapat setiap karya-karya saya diputar di Asia dan diputar pada jam yang tepat. Di Pusan, Korea Selatan misalnya....penonton bisa terus bertanya tanpa henti pada saya apapun yang mereka mau. Walau durasi tanya jawab dengan saya tidak memecahkan rekor, tapi cacatan ditanya dalam sebuah festival selama hampir 2 jam bagi saya adalah hal yang cukup menyenangkan.

Festival di Dhaka ini memang tidak memberi waktu bagi tanya jawab, tapi di luar gedung teater beberapa penonton yang ada coba bertanya pada saya. Ada yang bercerita bahwa ia tinggal di Verona saat ini dan tinggal di kawasan Capulet, "Sebagai orang Asia, saya merasa kita memang harus memiliki versi dari karya orang Barat ini," ujarnya sembari menyebut sebuah judul film produksi Bangladesh hasil adaptasi dari karya William Shakespeare ini.

"Selamat! Film Anda benar-benar menggambarkan suasana kawasan ini yang selalu rentan akan pertikaian," ujar Aijaz Gul seorang kritikus film asal Pakistan. Menurutnya apa yang saya buat adalah refleksi sosial politis maupun ekonomi masyarakat Asia kebanyakan yang memang dekat dengan permusuhan dan kekerasan. Ia kemudian menyebut betapa India pun dengan dengan pertikaian antar agama ataupun etnis "Romeo Juliet adalah masalah klasik, dan suka atau tidak, kita memang harus menerima bahwa inilah masalah terbesar bangsa Asia," tambahnya.

Saya memang tidak pernah berkeberatan jika ada orang yang tidak suka pada yang saya bikin (dengan syarat mereka sudah menontonnya) jadi, saat banyak orang di festival menyebut bahwa film ini adalah sebuah potret, saya rasa tidak berlebihan bahwa sebuah review di sebuah blog dulu menyebut bahwa "Realitas pada Romeo Juliet lah yang membuat banyak orang yang merasa tidak suka pada film ini, karena mengakui fakta kadangkala memang sulit," Walau saya harus juga akui, ada juga review yang menyebut bahwa film saya berlebihan dan tidak mendidik (tapi kalo mau pendidikan sih sebaiknya memang ke sekolah saja, jangan ke bioskop hehe)

"Yang paling membuat saya tertarik adalah bagaimana tampilan generasi muda dari sebuah negeri dengan mayoritas muslim," komentar Peter Malone, seorang kritikus film sekaligus juri dari festival ini. "Bahkan saya pernah menonton sebuah film produksi Pakistan yang tampak sangat permisif dalam dialog, ini menunjukkan bahwa Amerika seharusnya tidak perlu takut lagi pada negeri berpenduduk mayoritas muslim.....karena dunia sudah semakin mengglobal dan manusia tampak semakin sekuler," tambahnya sembari menginformasikan pada saya seorang panitia festival yang menyebut dirinya "Humanis" ketimbang Islam. Kalimat yang muncul dari warga Bangladesh, negeri yang melarang alkohol terjual bebas.


5 komentar:

astrajingga said...

Sup, lu antidemokrasi apa gimana sih? Kenapa sih lo seneng banget ngasih sarat?

Sampe must ngomong gini, berkali-kali? "Saya memang tidak pernah berkeberatan jika ada orang yang tidak suka pada yang saya bikin (dengan syarat mereka sudah menontonnya)"

Biarin aja ngapa sih orang mau nggak suka film lo sekalipun belon nonton?

Jadi orang tuh yang legawa, mustinya lo udah bisa bilang, "Mau udah nonton, mau belon nonton, kalo nggak suka, ya silakan aja." Gitu kudunya.

Tapi emang mukelo dari dulu juga muke sok tau sih, percuma juga mau dibilangin apaan juga.

Gue nggak suka semua film lo, termasuk yang belon gue tonton. Kenapa? Kerna gue tau yang bikin elo. Kerna gue tau tabiat lo jelek. Bodo amat.

Lo mau keberatan? Keberatan gih sana. Nyape-nyapein diri sendiri aja lo. Keberatan? Berat? Yang enteng aja ngapa?

Andre said...

Hehehe... kok ada yang komeng sampai berapi-api gini ya??

Lha kok ngatur bro? Lo aja ngga mau diatur, kok malah elo yg ngatur ucup??wakakaka...

Udah,, hargai aja bro.. Orang itu beda-beda.. : Piss man...

astrajingga said...

"Lha kok ngatur bro? Lo aja ngga mau diatur, kok malah elo yg ngatur ucup??wakakaka..."


Wah lu emang bener kagak cerdas. Mana ada gue ngatur. Ada juga ngasih usul. Kalo nggak mau, ya biar aja. Ngomong aja terus "...dengan syarat mereka sudah menontonnya."

Boleh juga, tapi apa nggak terlalu keliatan kalo mengerdilkan diri sendiri dan terlalu 'jualan' gitu loh.

Taruh kata gue nonton film-nya Ucup, terus gue nggak suka, masalahnya gue terlalu goblok dan nggak ngarti lagian nggak nangkep. Terus gue komen, gue bilang, filmnya jelek, ceritanya nggak jelas. Nah, komentar gue juga kagak 'bener' kan sekalipun gue udah nonton.

Nanti musti dikasih syarat lagi, "orang boleh nggak suka, asal udah nonton, dan orangnya nggak goblok."

Terus, nanti ada lagi kurangnya, ada lagi aja syaratnya, nambah nambah terus, akhirnya 'kan kurang lebih, ketika semua syarat dipadatkan, jadinya berbunyi, "Boleh tidak suka film saya (dengan syarat harus suka.)" Atau versi lain, "Boleh tidak suka film saya (dengan syarat kalo nggak suka nggak usah bilang-bilang, kalo suka aja tolong promosiin film saya."

Komentar "(dengan syarat mereka sudah menontonnya)" nggak bikin seniman keliatan bermutu, malah keliatan 'desperado'nya.

Gitu lho. Ngarti kagak Ndre?

astrajingga said...

"Lha kok ngatur bro? Lo aja ngga mau diatur, kok malah elo yg ngatur ucup??wakakaka..."


Wah lu emang bener kagak cerdas. Mana ada gue ngatur. Ada juga ngasih usul. Kalo nggak mau, ya biar aja. Ngomong aja terus "...dengan syarat mereka sudah menontonnya."

Boleh juga, tapi apa nggak terlalu keliatan kalo mengerdilkan diri sendiri dan terlalu 'jualan' gitu loh.

Taruh kata gue nonton film-nya Ucup, terus gue nggak suka, masalahnya gue terlalu goblok dan nggak ngarti lagian nggak nangkep. Terus gue komen, gue bilang, filmnya jelek, ceritanya nggak jelas. Nah, komentar gue juga kagak 'bener' kan sekalipun gue udah nonton.

Nanti musti dikasih syarat lagi, "orang boleh nggak suka, asal udah nonton, dan orangnya nggak goblok."

Terus, nanti ada lagi kurangnya, ada lagi aja syaratnya, nambah nambah terus, akhirnya 'kan kurang lebih, ketika semua syarat dipadatkan, jadinya berbunyi, "Boleh tidak suka film saya (dengan syarat harus suka.)" Atau versi lain, "Boleh tidak suka film saya (dengan syarat kalo nggak suka nggak usah bilang-bilang, kalo suka aja tolong promosiin film saya."

Komentar "(dengan syarat mereka sudah menontonnya)" nggak bikin seniman keliatan bermutu, malah keliatan 'desperado'nya.

Gitu lho. Ngarti kagak Ndre?

astrajingga said...

lho kok dobel....