3/11/10

Saya berharap besar menyaksikan Daybreakers karya The Spierig Brothers sekaligus berharap inilah film terbaik yang akan saya saksikan di bulan Valentine ini. Nyatanya harapan saya pupus, karena hingga saat ini film yang dibintangi oleh Ethan Hawke dan Willem Defoe ini masih juga belum muncul di layar bioskop Indonesia. Saya kemudian menyaksikan The Edge of Darkness karya Martin Campbell yang dibintangi oleh idola masa kecil saya, Mel Gibson. Sosok yang pertama kali saya kenal sebagai Max di trilogi Mad Max ini adalah bintang yang saya sukai hingga ke karya-karya penyutradaraannya.

The Edge of Darkness bagi saya adalah sebuah film drama dengan bumbu aksi yang pas. Kisah yang dieksekusi dengan baik dan metode aksi yang bagi saya sangat modern dan nyata. Film yang sempat membuat saya meneteskan air mata dan berpikir bahwa karya sinema ini akan menjadi film terbaik saya di bulan Februari.

Nyatanya tidak....karena tepat dipenghujung bulan saya menyaksikan Up In The Air karya Jason Reitman yang sangat meyakinkan! Sutradara yang pertama kali saya kenal lewat karyanya tentang keputusan yang harus diambil oleh generasi muda di Amerika Serikat saat mereka merasa harus bertanggung jawab pada apa yang mereka sendiri telah perbuat. Lewat Up In The Air, Jason kembali bercerita bahwa hidup adalah akibat dan sebab dari apa yang telah kita putuskan dan perbuat sebelumnya.

Jika dulu ia bertutur lewat cara pandang remaja, kini Jason menawarkan perspektif manusia lewat usia 40 tahun. Usia yang disebut telah menghasilkan manusia yang matang melewati hidup. Melalui parade kata-kata dan dialog yang luar biasa, Up In The Air yang kemudian tidak meraih apa-apa di panggung Oscar memberi nuansa lain pada cara bertutur sinematik. Bahwa kisah tak melulu bisa digambarkan dengan adegan, tapi juga bisa lewat kata-kata....syaratnya! Kata-kata tersebut harus menarik dan tetap relevan dengan gambar.

Kecuali si ibu-ibu muda bernama George Clooney yang bermain seperti biasanya dia beraksi, Jason berhasil memadukan akting-akting menyakinkan dari Vera Farmiga dan Anna Kendrick yang masing-masing berhasil menyuguhkan kisah perempuan di generasi usianya masing-masing.

Banyak orang pasti akan dengan cepat memilih Up In The Air ketimbang Edge of Darkness, tapi bagi saya keduanya memiliki kesederhanaan yang sama. Keduanya sama-sama tidak macam-macam dalam bercerita, tidak dipenuhi dengan segala klise-klisean yang bisa menjebak film menjadi berlebihan dan kalau lagi apes bisa jadi membosankan.

1 komentar:

moviemindset said...

setuju mas,

Up in the Air memang sebuah film sederhana yang menyimpan sejuta makna...

saya juga menulis ttg film tersebut di blog saya, http://movie-mindset.blogspot.com

let's exchange ideas!